Sabtu 08 May 2021 19:42 WIB

Arab Saudi Tolak Rencana Israel Gusur Rumah Warga Palestina

Arab Saudi berdiri bersama Palestina mencapai solusi adil dan komprehensif.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Teguh Firmansyah
Polisi Israel bentrok dengan pemuda Palestina di Masjid Al-Aqsa Yerusalem, Jumat (7/5).
Foto: AP Photo/Maya Alleruzzo
Polisi Israel bentrok dengan pemuda Palestina di Masjid Al-Aqsa Yerusalem, Jumat (7/5).

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Kerajaan Arab Saudi menolak rencana dan tindakan Israel menggusur puluhan warga Palestina dari rumah mereka di Yerusalem, Palestina. Pernyataan ini diungkapkan Kementerian Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi, Sabtu (8/5).

Seperti dilansir dari Al Arabiya English, Arab Saudi mengutuk setiap tindakan sepihak, pelanggaran resolusi internasional, dan semua tindakan yang merusak dimulainya kembali proses perdamaian dan stabilitas di kawasan itu.

Baca Juga

Kerajaan mengaku berdiri bersama rakyat Palestina dan mendukung semua upaya yang dilakukan untuk mencapai solusi yang adil dan komprehensif. Hal ini demi memungkinkan mereka untuk mendirikan negara merdeka mereka sendiri berdasarkan perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem timur sebagai ibu kotanya.

Lebih dari 160 orang terluka ketika polisi anti huru hara Israel menembakkan peluru karet dan granat kejut ke arah warga Palestina di kompleks masjid Al-Aqsa pada Jumat malam. Ketegangan di Yerusalem meningkat dalam beberapa pekan terakhir ketika ratusan warga Palestina memprotes keputusan pengadilan Israel yang memerintahkan penggusuran beberapa keluarga Palestina dari rumah mereka di Kota Tua.

Pengadilan memerintahkan pemukim Yahudi memiliki hak atas rumah yang dimiliki oleh orang Palestina. Uni Eropa mengeluarkan pernyataan sebelumnya pada Sabtu yang menyebut penggusuran itu "ilegal" dan mengutuk kekerasan yang sedang berlangsung oleh polisi Israel terhadap orang-orang Palestina tidak bersenjata.

"Situasi terkait penggusuran keluarga Palestina di Sheikh Jarrah dan daerah lain di Yerusalem Timur juga menjadi perhatian serius," kata pernyataan Uni Eropa.

"Tindakan semacam itu ilegal menurut hukum humaniter internasional dan hanya akan memicu ketegangan di lapangan,"tambah pernyataan itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement