Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Faizi

Bank Syariah untuk Orang Miskin, Mungkinkah?

Agama | Thursday, 06 May 2021, 10:19 WIB

Grameen bank adalah salah satu inspirator atas berdirinya perbankan syariah modern dan lembaga keuangan mikro syariah lainnya di dunia Islam, disamping adanya keinginan kuat umat Islam akan terwujudnya sebuah lembaga keuangan modern yang dijalankan dengan prinsip syariah sesuai dengan keyakinannya. Menariknya, grameen bank yang dijadikan model justru dijalankan dengan sistem bunga bukan dengan prinsip syariah meskipun negara Bangladesh, dimana tempat operasionalisasi kegiatan bank ini mayoritas penduduknya beragama Islam. Pasalnya, suku bunga yang ditetapkan pengelola lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar yang ditetapkan lembaga keuangan formal lainnya yang beroperasi pada waktu itu.

Karakter yang menonjol dari keberadaan Grameen bank sesungguhnya terletak pada watak sosial dan ekonominya yang ditampilkan dengan kepeduliannya yang tinggi pada orang miskin dan kelompok marginal lainnya yang selama ini tidak mempunyai akses pendanaan yang cukup pada lembaga keuangan formal. Orientasi sosial dan ekonomi kelembagaan ini dijalankan beriringan oleh para pengelola secara konsisten dan berkesinambungan. Pendekatan ini terbukti efektif dan berhasil yang pada akhirnya diadopsi banyak negara, termasuk negara dengan mayoritas berpenduduk muslim. Muhammad Yunus, arsitek yang berada di balik kesuksesan besar lembaga keuangan ini pada tahun 2006 oleh Komite Nobel Perdamaian Dunia diganjar penghargaan berupa Nobel Perdamaian. Terakhir terpantau Grameen bank sudah memiliki 168 replikan di 44 negara, termasuk Amerika Serikat dan Kanada.

LKS Bukan Lembaga Amal?

Lembaga keuangan syariah memang bukan lembaga amal, ia adalah organisasi bisnis yang keseluruhan kegiatannya berorientasi pada akumulasi keuntungan atau profil. Namun demikian, jika orientasi akumulasi keuntungan terlalu dominan serta merrta akan menyebabkan kerusakan serius pada tatanan sosial ekonomi masyarakat lemah dan miskin, dimana pada saat yang sama keberadaan lembaga ini tercerabut dari karakter asalnya sebagai lembaga keuangan syariah modern yang berpihak pada pemberdayaan ekonomi umat melalui garis pandu pencapaian keadilan ekonomi dan kesejahteraan bersama; agar kekayaan tidak terkonsentrasi pada kelompok atau elit tertentu sesuai pesan al-Quran dalam Surat al-Hasyr ayat 7.

Berpijak pada pertumbuhan yang mengesankan dari perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya baik secara kualitatif maupun kuantitatif selama kurang lebih 40 tahun terakhir, saat inilah momentum yang tepat bagi pelaku industri syariah untuk melakukan reorientasi kebijakan yang lebih menekankan pada hal-ihwal yang berkaitan dengan tujuan keadilan sosial dan ekonomi dari transaksi keuangan, dari pada terlalu fokus pada maksimalisasi profit dan akumulasi kekayaan demi memenuhi permintaan shareholder. Pendek kata, perbankan syariah harus memosisikan diri menjadi episentrum baru dalam galaksi bisnis keuangan modern, utamanya dalam mempromosikan inklusi keuangan dengan cara terlibat aktif pada program penguatan ekonomi kelompok miskin, marginal dan serta UMKM.

Kritik terhadap operasionalisasi perbankan syariah umumnya terletak pada dominannya produk pembiayaan dalam bentuk Murabahah. Dominanya produk ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi hampir di seluruh negara yang menjalankan model bisnis keuangan syariah. Karakteristik pembiayaan ini terletak pada keleluasaan atas tambahan nilai atau mark-up dari harga pokok yang sesungguhnya. Sehingga harga barang yang diperoleh dengan cara ini akan lebih tinggi dibandingkan dengan pembelian tunai. Karenanya, skim pembiayaan ini diangap sama dan tidak berbeda jauh dengan pembiayaan konsumtif atau kredit yang umumnya berlaku pada perbankan konvensional. Praktis, kehadiran perbankan syariah lebih berpihak kepada penyandang dana atau investor ketimbang peminjam dana, mengingat mereka mengambil keuntungan yang pasti sembari melepaskan diri pada kondisi yang sebenarnya dihadapi oleh peminjam.

Idealnya, perbankan syariah bermain pada produk musyarakah dan mudharabah sebagai basis dari lembaga keuangan yang menjalankan bisnis berkonsep bagi hasil dan rugi. Namun demikian, tingginya risiko yang ditimbulkan pada instrumen keuangan ini menjadi alasan pembenar bagi pihak perbankan syariah untuk mengurangi porsi pembiayaan jenis ini. Akibatnya, karakter keberpihakannya pada kelompok lemah, miskin dan marginal ini menjadi hilang dan seketika menjelma menjadi institusi bisnis yang murni berorientasi pada akumulasi profit dan keuntungan material semata dengan label syariah.

Secara teoritik, pasar pembiayaan dalam pelbagai bentuknya memang diperhadapkan dengan isu penyimpangan moral, informasi yang tidak utuh, dan lainnya yang berpotensi menghancurkan dan bahkan merusak reputasi sebuah lembaga keuangan secara umum baik konvensional maupun syariah. Isu-isu krusial di atas tidak akan pernah ditemukan dalam kontrak bisnis. Kontrak antara pihak perbankan syariah dan peminjam, misalnya dibangun di atas kesepahaman dan saling kepercayaan dalam semua transaksi keuangan yang dijalankan.

Basis kepercayaan para pihak yang terlibat dalam transaksi keuangan bergantung pada dua hal. Pertama, reputasi atau nama baik peminjam. Kedua, ketercukupan cadangan modal yang dimiliki lembaga keuangan. Keduanya harus sama-sama dijaga dengan komitmen yang kuat demi keberlangsungan bisnis dan program pemberdayaan ekonomi umat. Sementara sisi yang lain, instrumen keuangan berbasis profit and loss sharing dalam bentuk produk musyarakah dan mudharabah membutuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi baik dari pihak perbankan maupun nasabah peminjam. Tetapi, sekali lagi, potensi pelanggaran atas kesepakatan bisnis yang ada terbuka lebar.

Al-hasil, mengoptimalkan pembiayaan model qardhul hasan (dana kebajikan), salam atau istisna yang juga menjadi bagian tak terpisahkan dari instrumen keuangan syariah yang berkarakter pada pemberdayaan ekonomi kelompok miskin dan marjinal harus digalakkan kembali agar wajah sosialisme yang melekat kuat dalam diri perbankan syariah tetap terjaga dengan baik. Orientasi sosial dan ekonomi harus dijalankan secara seimbang dan berkesinambungan. Pendekatan inilah yang akan membedakan perbankan syariah dengan perbankan konvensional yang selama ini kerap disamakan keberadaannya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image