Selasa 04 May 2021 12:34 WIB

Indonesia Rawan Alami Lonjakan Kasus Covid-19 Seusai Lebaran

Ancaman lonjakan kasus Corona usai lebaran

Ilustrasi: Suasana buka puasa bersama di Medan, Sumatera Utara.
Foto: Anadolu Agency
Ilustrasi: Suasana buka puasa bersama di Medan, Sumatera Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman memprediksi lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia yang signifikan dapat terjadi seusai Lebaran 2021.

Dia meminta pemerintah Indonesia mulai menyiapkan fasilitas kesehatan dan kebutuhan penanganan pasien Covid-19 untuk mengantisipasi lonjakan tersebut.

Lonjakan ini kata Dicky mungkin akan lebih tinggi dibandingkan yang pernah terjadi di Indonesia pada setahun terakhir sejak dilanda pandemi.

Menurut dia kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan mulai menurun pada Ramadan, selain itu, kasus Covid-19 dengan varian baru juga telah terdeteksi di Indonesia.

Dicky menuturkan indikasi lonjakan kasus mulai terlihat dengan munculnya klaster penularan Covid-19 dari ibadah salat Tarawih, buka puasa bersama, serta mudik Lebaran yang dilakukan lebih awal.

Kerumunan yang rawan penularan Covid-19 juga terjadi di sejumlah titik, salah satunya di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat yang bisa dikunjungi lebih dari 180 ribu orang akhir pekan lalu.

“Apa yang terjadi di Tanah Abang menunjukkan bahwa masyarakat tidak peduli dan tidak paham bahwa itu ancaman penularan,” kata Dicky kepada Anadolu Agency, Senin.

Sementara itu, klaster-klaster penularan yang muncul juga tidak dapat dilacak dan diputus rantai penularannya hingga benar-benar tuntas.

Dengan situasi seperti ini, lanjut dia, bukan tidak mungkin Indonesia mengalami lonjakan yang amat buruk seperti yang terjadi di India meski program vaksinasi telah berjalan.

India, sebagai negara yang juga cukup masif menjalankan vaksinasi Covid-19, nyatanya juga mengalami ’tsunami Covid-19’ hingga menyebabkan fasilitas kesehatan kolaps.

Dicky menilai upaya mencegah transmisi Covid-19 pada level komunitas belum maksimal karena inkonsistensi kebijakan pemerintah dan rendahnya kepatuhan publik.

Pemerintah telah melarang masyarakat untuk mudik Lebaran, namun sebanyak 18,9 juta orang diprediksi akan tetap mudik dan berpotensi menularkan Covid-19.

Di saat yang sama, pemerintah mengizinkan tempat-tempat wisata untuk tetap buka dan gagal memitigasi timbulnya kerumunan yang berisiko terhadap penularan Covid-19 seperti di Pasar Tanah Abang.

Selain itu, munculnya varian baru dari virus SARS-CoV-2 di Indonesia dapat semakin memperburuk situasi pandemi, di saat pembatasan aktivitas tidak lagi seketat sebelumnya.

“Ini seperti bom waktu, ketika mencapai titiknya berpotensi meledak seperti yang terjadi di India. Itu sudah hukum alam dan kita tidak mengikutinya dengan mencegah penularan,” kata dia.

Mutasi virus asal India bisa memperburuk situasi di Indonesia

Pada Senin, Indonesia mengonfirmasi dua kasus Covid-19 dengan varian B1617 asal India yang terdeteksi di Jakarta, satu kasus dari varian B1351 asal Afrika Selatan yang terdeteksi di Bali, serta jumlah kasus dengan varian B117 asal Inggris yang bertambah menjadi 13 orang.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan dua kasus B1617 ditemukan dari seorang warga negara India dan seorang warga negara Indonesia.

“WNA India tersebut sedang menjalani karantina, sementara yang WNI sedang dilakukan contact tracing,” kata Nadia kepada Anadolu Agency.

Munculnya kasus-kasus dengan varian baru ini dikhawatirkan dapat memperburuk situasi pandemi di Indonesia.

Ketua Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio menuturkan tidak ada cara yang lebih baik selain mencegah terjadinya transmisi dalam menghadapi munculnya varian baru Covid-19.

Persoalannya, lanjut dia, varian-varian yang baru Covid-19 yang muncul diduga lebih menular bahkan dapat menurunkan efikasi vaksin meski masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan dugaan tersebut.

“Yang jelas seganas apa pun virusnya tidak bisa menular sendiri tanpa dipengaruhi mobilitas manusia,” tutur Amin kepada Anadolu Agency.

Amin menuturkan mobilitas masyarakat yang tinggi menjelang Lebaran tidak sebanding dengan cepatnya laju penularan dan kemampuan untuk mendeteksi varian Covid-19 melalui metode genome sequencing.

Sementara Dicky menuturkan kemunculan varian baru ini dapat menyebabkan lonjakan kasus hingga dua kali lipat apabila tidak segera dideteksi dan diputus rantai penularannya.

“Dengan kerumunan yang sama dengan tahun lalu, jumlah kasus baru yang sama, kenaikan kasusnya bisa menjadi lebih tinggi karena varian baru ini lebih cepat menular. Kehadiran varian B1617 dan B117 di Indonesia ini sudah sangat serius,” kata Dicky.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement