Senin 03 May 2021 17:29 WIB

Gema Taman Siswa di Hari Pendidikan Nasional

Taman Siswa termasuk salah satu ikon dari pendidikan nasional.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Calon peserta didik melintas di depan mural Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara usai melaporkan diri dan verifikasi data pada jalur tahap akhir Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Posko PPDB SMAN 70 Jakarta, Rabu (8/7/2020).
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Calon peserta didik melintas di depan mural Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara usai melaporkan diri dan verifikasi data pada jalur tahap akhir Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Posko PPDB SMAN 70 Jakarta, Rabu (8/7/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, Tepat pada 2 Mei 2021, seluruh elemen masyarakat secara serempak memperingati Hari Pendidikan Nasional. Ada berbagai cara untuk memperingatinya, termasuk bagaimana merefleksikan diri terkait nilai-nilai pendidikan di Indonesia.

Dari sejumlah hal berkaitan tentang pendidikan, terdapat Taman Siswa yang sepertinya jarang dibahas di era kini. Padahal, Taman Siswa termasuk salah satu ikon dari pendidikan nasional. "Tapi namanya enggak ada gemanya sama sekali di hati kita. Ini jadi pertanyaan besar," kata Editor Senior Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Christina M. Udiani dalam kegiatan diskusi yang diselenggarakan komunitas Karavan Cendekia, Ahad (2/5).

Taman Siswa merupakan hasil dari gagasan Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara. Sebuah sekolah yang di dalamnya terpatri kultur dan budaya nasional. Sayangnya, gaung dari Taman Siswa belum begitu terasa terutama untuk generasi muda.

Hal serupa juga terjadi pada Nai Talim yang merupakan hasil dari pemikiran Mahatma Gandhi. Banyak masyarakat India tidak mengetahui konsep pendidikan tersebut. Kondisi ini jelas sangat disayangkan mengingat ada banyak nilai besar di dalamnya.

Meskipun tak begitu dikenal masyarakat, gagasan Mahatma Gandhi bisa didapatkan melalui buku. Referensi-referensi tersebut sangat murah dan mudah ditemukan. Sebab, Yayasan Gandhi menyediakan banyak buku, situs dan pusat penelitian terkait gagasan Mahatma Gandhi.

Melihat permasalahan tersebut, maka pihaknya berusaha menerbitkan buku-buku yang berhubungan dengan gagasan Ki Hadjar Dewantara termasuk Taman Siswa. Salah satunya terlihat pada buku Soewardi Soerjaningrat di Pengasingan karya Irna H.N Hadi Soewito. Christina berharap penerbitan buku bertemakan tersebut dapat memunculkan gagasan baru yang relevan di dunia pendidikan saat ini.

Sejarawan Irna H.N Hadi Soewito memiliki alasan kuat di balik pembuatan skripsi yang kemudian diterbitkan dalam buku Soewardi Soerjaningrat di Pengasingan. Hal ini tidak lepas dari pengalamannya yang pernah bersekolah di Taman Siswa. Alumnus Taman Siswa Kediri ini menilai sekolahnya telah berhasil mengubah karakternya lebih baik.

"Karena saya merasa karakter semula sombong, tidak memikirkan lingkungan berubah setelah di Taman Siswa. Saya kenal orang yang melarat, orang yang lapar di Taman Siswa. Jadi saya tidak bisa melupakan Taman Siswa," ungkap dia.

Irna berusaha mengabadikan Ki Hadjar Dewantara dalam skripsinya yang diterbitkan pada 1980. Lima tahun kemudian, karya perempuan berusia 87 tahun tersebut diterbitkan dalam bentuk buku. Lalu tepat pada 2019 lalu, KPG kembali menerbitkan ulang karya besar tentang Ki Hadjar Dewantara.

Pada proses pembuatan skripsi, Irna mengaku, sulit menemukan referensi tentang Ki Hadjar Dewantara. Berdasarkan informasi Nyi Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan ini memang sengaja meminta keluarga besarnya untuk tidak menulis tentang dirinya. Ki Hadjar lebih memilih orang lain yang menulis tentang gagasan maupun profil pribadinya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement