Rabu 28 Apr 2021 03:11 WIB

Faisal Basri: Gasifikasi Batu Bara Bukan Energi Terbarukan

Pemerintah sedang memperpanjang masa pemanfaatan batu bara sebagai energi primer.

Faisal Basri
Foto: Dok UIN Syarif Hidayatullah
Faisal Basri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior Faisal Basri mengatakan saat negara-negara di dunia berupaya mengembangkan energi terbarukan dari sumber daya yang ramah lingkungan, Indonesia justru menyulap batu bara menjadi gas. Ia mengatakan, gasifikasi tidak termasuk energi terbarukan.

"Batu bara disulap jadi gas itu tidak termasuk dalam kategori energi terbarukan atau renewable," katanya dalam diskusi daring bertajuk Peluang Ekonomi Pasca Leaders Summit on Climate yang dipantau di Jakarta, Selasa (27/4).

Merujuk dokumen Kebijakan Energi Nasional, lanjut dia, pemanfaatan batu bara dan minyak bumi memang turun tetapi volumenya justru meningkat hampir dua kali lipat. Pada 2025, pasokan energi primer batu bara diproyeksikan tumbuh sebesar 119,8 MTOE dengan volume kesetaraan 205,3 juta ton. Namun saat 2050, angka bauran energi primer batu bara turun menjadi 25,3 persen dengan peningkatan jumlah 255,9 MTOE dan volume kesetaraan sebesar 438,8 juta ton.

Faisal mengingatkan saat banyak negara sudah mulai beralih dari pemanfaatan energi fosil ke energi terbarukan, seperti Nordik. Indonesia masih bertahan manfaatkan energi kotor untuk menghadirkan listrik bagi masyarakat dan industri yang justru dapat merugikan perekonomian nasional di masa depan karena akan mendapatkan pelarangan ekspor dari negara-negara rendah karbon.

"Orang lain sudah hijrah total, sehingga nanti produk Indonesia akan di-ban. Nanti kita marah lagi, kita dijajah dunia, kita didikte tidak berdaulat, yang ada ini kedaulatan global," ujarnya.

Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia sedang berupaya memperpanjang masa pemanfaatan batu bara sebagai energi primer melalui skenario hilirisasi batu menjadi dimetil eter, metanol, dan berbagai produk kimia lainnya. Padahal saat ini banyak pemerintahan dunia sudah terikat komitmen memperbaiki kondisi iklim yang tertuang dalam perjanjian Paris Agreement, termasuk Indonesia.

Perusahaan-perusahaan pertambangan batu bara yang melakukan hilirisasi di dalam negeri mendapatkan karpet merah berupa insentif istimewa dari Pemerintah Indonesia. Mereka mendapatkan royalti harga batu bara nol persen, perpanjangan IUP mengikuti nilai keekonomian, mendapatkan tax holiday, pembebasan PPN jasa pengelolaan, pembebasan PPN EPC kandungan lokal, dan berbagai insentif lainnya mengikuti pola-pola yang dikembangkan dalam Kawasan Ekonomi Khusus.

"Musuh modernisasi adalah oligarki yang punya konsesi batu bara dan lahan luas. Mereka sekarang takut karena kampanye dunia (perubahan iklim dan transisi energi), karena itulah diciptakan pasar (hilirisasi) di dalam negeri," kata Faisal.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement