Selasa 27 Apr 2021 12:52 WIB

Ini yang Harus Dilakukan untuk Mewujudkan Keadilan Pemilu

keadilan dalam pemilu bisa diwujudkan jika hak-hak politik warga negara terpenuhi.

Seorang warga memasukkan surat suara ke dalam kotak suara usai mencoblos pada pemungutan suara Pilkada Kabupaten Gorontalo di TPS 2 Tinelo, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Rabu (9/12/2020). Pilkada Kabupaten Gorontalo yang diikuti oleh empat pasang calon tersebut dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19.
Foto: Antara/Adiwinata Solihin
Seorang warga memasukkan surat suara ke dalam kotak suara usai mencoblos pada pemungutan suara Pilkada Kabupaten Gorontalo di TPS 2 Tinelo, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Rabu (9/12/2020). Pilkada Kabupaten Gorontalo yang diikuti oleh empat pasang calon tersebut dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Manajer advokasi Centre for Strategic and Indonesian Public Policy (CSIPP), Ikhwan Fahrojih berpendapat salah satu syarat pokok pemilu demokratis adalah adanya sistem pemilihan umum (pemilu) yang jujur dan adil (free and fair election).

Menurutnya, pemilu jujur dan adil dapat dicapai apabila tersedia perangkat hukum yang mengatur proses pelaksanaan pemilu, yang menjamin perlindungan terhadap para penyelenggara, kandidat, pemilih, pemantau, dan warga negara pada umumnya dari ketakutan, intimidasi, kekerasan, penyuapan, penipuan, dan berbagai praktik curang lainnya yang akan mempengaruhi hasil pemilu.

“Oleh karena itu, pemilu yang jujur dan adil membutuhkan peraturan perundang-undangan pemilu dan lembaga/aparat yang bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan pemilu tersebut,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (27/4).

Ikhwan mengemukakan pandangannya dalam kuliah tamu virtual bertajuk ‘Rekonstruksi Pemilu Serentak 2024 untuk Keadilan Pemilu’ yang digelar oleh CSIPP bekerjasama dengan Program Magister Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang.

Narasumber lain, antara lain, direktur eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Ferry Kurnia Rizkiansyah; anggota komisi II DPR RI Fraksi Golkar, Zulfikar Arse Sadikin; dosen magister ilmu hukum PPS Universitas Muhammadiyah Tangerang, Tri Cahya Indra Permana; dan Kaprodi Magister Ilmu Hukum PPS Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Achmad.

Ferry Kurnia Rizkiansyah mengatakan, KPU RI, KPU/KIP Provinsi, dan KPU/KIP Kabupaten/Kota merupakan pihak yang akan selalu bersentuhan dengan permasalahan hukum pemilu, baik tindak pidana pemilu, pelanggaran administratif pemilu, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, sengketa pemilu, maupun perselisihan hasil pemilu.

Ferry mengingatkan pemahaman terhadap aspek permasalahan hukum pemilu mesti dimulai dari memahami paradigma keadilan pemilu, kerangka hukum pemilu, dan prinsip-prinsip penyelesaian pelanggaran dan sengketa pemilu.

“Bahwa keadilan dalam pemilu bisa diwujudkan jika hak-hak politik warga negara terpenuhi. Jika ada hak warga negara yang terlanggar, kerangka hukum pemilu harus menyediakan ruang untuk mengembalikannya,” katanya.

Sementara Tri Cahya Indra Permana memberikan lima catatan kritis terkait pemilu. Pertama, desain lembaga penyelenggara pemilu mempengaruhi lembaga penyelesaian sengketa pemilu.

Kedua, katanya, masih ada kekosongan hukum terhadap beberapa persoalan hukum dalam pemilu misalnya keberatan terhadap daftar pemilih sementara (DPS), dan daftar pemilih tetap (DPT).

Ketiga, masih ada ketidaktepatan dalam kebijakan legislasi. Keempat, dalam pelaksanaan peradilan masih terdapat ego sektoral dan praktek yang melampaui kewenangannya.

“Kelima, peradilan khusus pemilu agar segera dibentuk untuk mengadili semua persoalan pemilu,” ujarnya.

Suparji Achmad mengatakan, keadilan pemilu (electoral justice) meliputi sarana dan mekanisme yang menjamin bahwa proses pemilu tidak dirusak oleh penyimpangan dan bertujuan untuk menegakkan keadilan pemilu.

“Termasuk di dalam mekanisme keadilan pemilu adalah pencegahan sengketa pemilu, mekanisme formal untuk menyelesaikan sengketa secara kelembagaan serta mekanisme penyelesaian sengketa informal atau alternatif,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement