Kamis 22 Apr 2021 03:59 WIB

Awas, AS Mainkan Isu Lingkungan yang akan Guncang Indonesia

EO 14008 yang dikeluarkan Biden mengancam perbankan dan barang produksi Indonesia.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah menerbitkan Executive Order (EO) 14008 yang berjudul ‘Tacling the climate crisis at home an abroad’.  (foto ilustrasi)
Foto: AP/Andrew Harnik
Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah menerbitkan Executive Order (EO) 14008 yang berjudul ‘Tacling the climate crisis at home an abroad’. (foto ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Presiden Ameika Serikat Joe Biden memainkan perubahan iklim untuk melawan China. Namun, implikasi dari strategi AS ini dikhawatirkan akan membuat Indonesia terguncang.

Ketua Umum the Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) Dradjad Wibowo menjelaskan, kebijakan AS yang bisa mengguncang Indonesia ini terkait dengan penggunaan sumber energi fosil, khususnya penggunaan batu bara.

"Ketentuan energi bersih ini akan menjadi persoalan bagi Indonesia,” kata Dradjad dalam Focus Group Discussion bertema "SDGs, Pengelolaan Hutan Lestari dan Pengaruhnya terhadap Masa Depan Indonesia", secara virtual, Selasa (21/4).

Anggota the Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) ini menjelaskan, isu melawan perubahan iklim dan dampaknya menjadi salah satu prioritas utama Biden. Pada 27 Januari 2021, Biden menerbitkan Executive Order (EO) 14008 yang berjudul "Tacling the climate crisis at home an abroad".

“Sesuai EO ini, pada 22-23 April 2021, Biden mengundang 40 pemimpin dunia untuk menghadiri Leader’ Climate Summit secara virtual,” kata Dradjad.

Mengenai dampak EO 14008 ini terhadap Indonesia, menurut Dradjad, EO ini menempatkan krisis iklim di jantung kebijakan luar negeri dan keamanan nasional AS. EO 14008, kata Dradjad, sangat komprehensif dan mengandung banyak kebijakan, yang berdampak besar pada peta geopolitik strategis, hankam, dan ekonomi global. Termasuk perbankan dan keuangan global.

Baca juga :AS Masukkan Inggris ke Daftar 116 Negara tak Dikunjungi

Hal yang akan sangat berdampak pada Indonesia, dijelaskan Dradjad, pada bagian I, seksi 101, butir b. AS sangat fokus pada  transisi energi bersih, dekarbonisasi sektoral, dan menyejalankan arus keuangan dengan kesepakatan Paris.

“Ini yang krusial pada sektor perbankan. Termasuk hal yang secara khusus disebut di ketentuan ini, yaitu pembiayaan batu bara. Padahal, batu bara memiliki peran yang sangat besar terhadap Indonesia,” kata Dradjad, yang juga ketua Dewan Pakar PAN ini.

EO 14008 ini, kata Dradjad, memang sifatnya untuk internal AS. Namun, ia menambahkan, ini mengunci berbagai pihak di luar AS melalui dua hal. BI-nya AS memonitor apakah bank-bank masih memberikan kredit kepada energi yang kotor (termasuk batu bara). “Jadi, sumber pembiayaan dari AS itu dikunci, harus mengikuti ketentuan ini,” ujar Dradjad menjelaskan.

Kedua, pembelian barang dan jasa oleh Pemerintah AS juga dikunci. Mereka tidak akan mau membeli barang, yang di dalamnya terkandung unsur diproduksi dengan listrik yang bersumber dari batu bara.

“Jadi, secara terselubung, ini bisa menjadi senjata AS dalam perang dagang AS melawan China karena energi China didominasi oleh batu bara,” kata Dradjad. Biden melawan China dengan menggunakan isu perubahan iklim yang seluruh negara bisa menerima.

Contohnya dalam perbankan global. Semester II/2020 sudah ada tiga bank besar, yaitu Bank of AMerica, Morgan Stanley dan JP Morgan Chase, yang berkomitmen mengikuti kesepakatan Paris dan mencapai emisi karbon netto sebesar nol. Setelah EO 14008 pada Maret 2021 tiga bank besar lainnya besikap sama, yaitu Goldman Sachs, Citigroup, dan Well Fargo.  Total kredit dari 6 bank ini per tahun 2020 untuk migas dan batu bara di seluruh dunia mencapai lebih dari 980 miliar dolar AS atau lebih dari Rp 14.210 triliun.

Baca juga : Pandemi Belum Usai, Bagaimana Mengelola THR?

EO 14008 ini, kata Dradjad, bisa berefek domino terhadap bank besar di luar AS. Penyebabnya mereka tidak ingin dicap sebagai ‘bad boys'. Selain itu, Dradjad menambahkan, ada kekhawatiran debiturnya terkena hambatan ekspor ke AS karena gagal memenuhi ketentuan terkait dengan penggunaan energi bersih.

Ketentuan energi bersih ini, kata Dradjad, akan menjadi persoalan bagi Indonesia. Dijelaskannya, Indonesia masih jauh tertinggal dalam hal transisi ke energi bersih, dekarbonisasi sektoral, dan pembiayaan yang sejalan dengan kesepakatan Paris.

Indonesia juga masih tergantung pada batu bara dan migas bumi sebagai sumber energi. Per 2020, pembangkit listrik berbahan bakar fosil di Indonesia mencapai 55.216 megawatt ( 87,4 persen). Batu bara menyumbang 31.827 MW, sekitar 50,4 persen.

EO 14008 ini bukan cuma menargetkan batubara, melainkan juga bahan bakar fosil. Tapi, sekarang yang didorong AS adalah batu bara.

Jika Indonesia gagal bertransformasi ke energi bersih, ada dua hal yang terancam. Pertama, dari sisi sumber pembiayaan. Kedua, dari sisi ekspor barang ke AS dan negara yang akan mengikuti AS.

“Karena nanti AS pasti akan bisa melobi Uni Eropa, Australia, Jepang untuk mengikuti mereka,” ungkap Dradjad. Hal yang akan kena imbas bukan cuma batu bara dan perbankan di Indonesia, tapi juga properti, ritel, maupun produk lainnya.

Indonesia mungkin bisa pindah ke China, tapi secara geopolitik, Indonesia akan makin dicurigai karena condong ke China. "Pemerintah AS tentu menyadari perlunya masa transisi EO 14008. Ini yang bisa dilobikan Indonesia,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement