Rabu 21 Apr 2021 22:32 WIB

Studi Ungkap Mobilisasi Anti-Muslim di Media Sosial Prancis

Islamofobia dan xenofobia meningkat di media sosial Prancis

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Islamofobia dan xenofobia meningkat di media sosial Prancis. Ilustrasi polisi Prancis berjaga di dekat Gereja Notre Dame di Nice, selatan Prancis.
Foto: Eric Gaillard/Pool via AP
Islamofobia dan xenofobia meningkat di media sosial Prancis. Ilustrasi polisi Prancis berjaga di dekat Gereja Notre Dame di Nice, selatan Prancis.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Sejak 2015, gelombang serangan teroris berturut-turut di Prancis telah memicu gelombang Islamofobia di seluruh negeri dan peningkatan kejahatan rasial yang menargetkan komunitas Muslim, terutama setelah serangan teror. Ada 54 insiden anti-Muslim yang tercatat dalam sepekan setelah serangan ke kantor Charlie Hebdo.

Komunitas Muslim Prancis dicengkram uasana ketidakamanan yang akut. Sebuah studi Fondation Jean Jaurès yang dilakukan pada 2019 mengungkapkan bahwa 42 persen Muslim Prancis merasa mengalami diskriminasi berdasarkan keyakinan mereka, dengan jumlah yang meningkat menjadi 60 persen untuk wanita Muslim yang mengenakan jilbab.

Baca Juga

Menyusul serentetan serangan terbaru pada Oktober 2020, kekhawatiran telah muncul terkait dengan proposal pemerintah yaitu "RUU tentang prinsip-prinsip Republik" yang bertujuan untuk menindak ekstremisme Islam. RUU ini dipandang banyak orang berpotensi menstigmatisasi komunitas Muslim.

Amandemen RUU yang baru-baru ini diadopsi dapat, misalnya, memperkenalkan pembatasan pada praktik keagamaan Muslim, termasuk melarang jilbab untuk anak perempuan di bawah 18 tahun di ruang publik, atau mencegah ibu yang mengenakan kerudung untuk ikut serta dalam perjalanan sekolah. Perkembangan ini telah menimbulkan kekhawatiran tentang risiko Islamofobia institusional dan dampak yang lebih luas pada masyarakat Prancis. 

 

Dalam konteks itulah, selama beberapa bulan terakhir, Institute for Strategic Dialogue (SD) telah melakukan analisis terhadap diskusi anti-Muslim di Prancis melalui Twitter dan Facebook. Analisis ini melengkapi penelitian yang lebih rinci yang dilakukan dalam studi ISD "La pandémie: terreau fertile pour la haine en ligne", yang dirilis pada Februari 2021.

Dengan menggunakan daftar kata kunci penuh kebencian yang terkait dengan wacana anti-Muslim, para peneliti mengidentifikasi pos berbahasa Prancis yang tersedia untuk publik di Twitter dan Facebook menggunakan alat mendengarkan media sosial Brandwatch dan CrowdTangle antara 1 September 2020 dan 1 Februari 2021 (Facebook) atau 1 Maret 2021 (Twitter).   

Kerangka waktu ini sesuai dengan gelombang kedua Covid-19 di Prancis dan serangkaian serangan teroris yang melanda negara itu pada musim gugur 2020, termasuk pemenggalan kepala guru Samuel Paty di Conflans-Sainte-Honorine pada 16 Oktober dan penikaman Nice. pada 29 Oktober tahun lalu.

Setelah serangan teror Oktober tahun lalu, baik di Twitter dan Facebook, diskusi anti-Muslim melonjak pada akhir Oktober menyusul dua serangan teror tersebut. Di Twitter, puncak utama volume konten terjadi pada 21 Oktober, dengan peningkatan pos sebesar 823 persen dari 20 hingga 23 Oktober. 

Sepuluh postingan teratas pada hari-hari ini semuanya...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement