Penjelasan Hadits Soal Bau Mulut Orang yang Berpuasa

Red: Esthi Maharani

Jumat 16 Apr 2021 15:33 WIB

Ilustrasi Berpuasa Foto: Prayogi/Republika Ilustrasi Berpuasa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Saat orang berpuasa dia menahan haus dan lapar. Ini tentu bisa menyebabkan bau mulutnya terasa lebih menyengat. Ahmad Zarkasih dalam bukunya berjudul Bekal Ramadhan mengatakan bau mulut yang dipandang oleh manusia sebagai bau yang kurang sedap justru dipandang oleh Allah sebagai sebuah keutamaan.

Ini berdasarkan salah satu hadits shahih. Rasulullah bersabda,

وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْك.ِ

“Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari pada bau minyak kasturi,” (HR Muslim).

Persoalan bau mulut ini juga dijelaskan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوْفُ فَمِّ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ

“Demi Zat yang berkuasa atas nyawaku, sungguh bau mulut orang puasa itu lebih wangi menurut Allah daripada bau misik.”

Namun, dari hadits ini ada beberapa orang yang salah memaknainya. Karena disebutkan bau mulut orang berpuasa lebih wangi daripada bau minyak misik, beberapa orang mengira yang menjadi patokan adalah bau mulutnya. Sehingga tidak perlu untuk membersihkan mulutnya ketika berpuasa. Sebab, mereka menganggap semakin bau mulutnya maka akan semakin wangi seperti wangi misik menurut Allah.

Dilansir laman NU Online, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika membaca hadits tersebut. Kiai Ali Mustafa Yaqub dalam kitabnya berjudul At-Thuruqus Shahihah fi Fahmi Sunnatin Nabawiyyah mengatakan ada beberapa hadits yang harus dipahami secara majaz dan salah satunya hadits ini.

Yang dimaksud dengan wangi menurut Allah bukan berarti wangi berdasarkan penciuman Allah. Sangat mustahil bagi Allah untuk mencium atau melakukan aktivitas indra lain karena ini sama saja menyamakan Allah dengan makhluk-Nya. Padahal Allah tidak seperti makhluk-Nya.

Maka yang dimaksud athyabu indallah min rihil misk adalah pahalanya lebih banyak menurut Allah daripada pahala orang yang memakai minyak misik pada shalat Jumat, shalat Idul Fitri atau Idul Adha. Makna ini juga disebutkan oleh al-Bujairimi dalam kitab Tuhfatul Habib ala Syarhil Khatib.

أَيْ أَكْثَرُ ثَوَابًا مِنْ ثَوَابِ رِيحِ الْمِسْكِ الْمَطْلُوبِ، فَلَا يَرِدُ أَنَّ الشَّمَّ مُسْتَحِيلٌ عَلَيْهِ تَعَالَى، أَوْ مَعْنَى كَوْنِهِ أَطْيَبَ عِنْدَ اللَّهِ ثَنَاؤُهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَرِضَاهُ بِهِ

“Yang dimaksud dalam qaul ‘lebih wangi menurut Allah’ adalah lebih wangi daripada bau minyak misik yang diperintahkan untuk memakainya ketika hari Jumat dan dua shalat Id, atau maksudnya adalah pahalanya lebih banyak daripada pahala menggunakan minyak misik pada hari Jumat atau dua hari raya. Sungguh, mencium adalah hal yang mustahil bagi Allah SWT sehingga yang dimaksud dengan ‘lebih wangi menurut Allah’ adalah pujian dan ridha-Nya terhadap orang yang berpuasa.”

Pendapat lain mengatakan keadaan wangi atas bau mulut orang berpuasa tersebut terjadi di akhirat karena saat itu adalah hari pembalasan. Al-Qadhi Iyadh mengatakan di akhirat kelak Allah akan membalas orang yang berpuasa dengan bau wangi di mulutnya yang mengalahkan bau misik.

Berdasarkan dua pendapat di atas, seharusnya ketika berpuasa, seseorang tetap menjaga kebersihan aroma mulut. Jangan malas membersihkan karena bagaimanapun bau mulut akan mengganggu orang yang ada di sekitar kita.