Rabu 14 Apr 2021 17:44 WIB

SEBI Undang Pakar Akuntansi Syariah Internasional

Etika dan empati menjadi hal krusial bagi akuntan. 

Suasana kuliah tamu yang diadakan oleh STEI SEBI dengan mengundang pakar akuntansi syariah internasional, Prof  Maliah Sulaiman dari Malaysia.
Foto: Dok STEI SEBI
Suasana kuliah tamu yang diadakan oleh STEI SEBI dengan mengundang pakar akuntansi syariah internasional, Prof Maliah Sulaiman dari Malaysia.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- STEI SEBI menggelar kuliah tamu dengan pakar akuntansi syariah internasional, Prof  Maliah Sulaiman. Ia adalah  direktur Pusat Akuntansi dan Audit Syariah, Salihin Shariah Advisory, Malaysia.

Acara yang dilaksanakan pada Ahad (11/4)  ini diselenggarakan oleh Sharia Accounting Family (SHAF), Himpunan Mahasiswa Akuntansi Syariah, STEI SEBI. Acara yang dilakukan secara daring melalui Zoom ini merupakan rangkaian dari acara Shariah Accounting Festival (Shacfest).

Gelaran kuliah tamu ini juga merupakan tindak  lanjut berkala dari kerja  sama edukasi antara STEI SEBI dengan perusahaan konsultan syariah Malaysia, Salihin Abang Co, yang ditandatangani beberapa tahun lalu. Kuliah tamu ini mengangkat tema “Be a Professional Accountant Towards The Era Of Society 5.0”. 

Acara ini dibuka oleh Ketua STEI SEBI, Sigit Pramono  PhD. Dalam sambutannya ia  menggarisbawahi tentang pentingnya etika dan sifat kemanusiaan bagi seorang akuntan selain kemampuan teknis profesional. “Di era revolusi industri 4.0, etika dan empati menjadi hal krusial bagi akuntan, karena inilah yang tidak tergantikan oleh robot. Apalagi menjelang era society 5.0, di  mana sisi humanisme menjadi kebutuhan di  tengah keringnya suasana yang tercipta di era saat ini,” pesan Dr Sigit kepada peserta seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id. 

Kuliah tamu ini diawali dengan penjelasan tentang revolusi industri 4.0 dan dampaknya terhadap kehidupan, termasuk terhadap profesi akuntansi dan audit. “Revolusi industri yang di antaranya dicirikan dengan internet of thing (IoT), memang memberikan banyak kemudahan bagi kehidupan. Jika mau berangkat ke suatu tempat, orang tinggal panggil taksi online, mau makan, bisa pesan secara online. Namun sisi lainnya adalah internet dan robotic ini memberikan dampak pada tergantikannya pekerjaan-pekerjaan rutin. Di dunia akuntansi, penyusunan lapoan keuangan sudah banyak digantikan oleh sistem dan mesin. Di dunia audit, pemeriksaan kesalahan dapat dilakukan oleh mesin,” jelas Prof Maliah.

Ia menjelaskan bahwa kondisi ini tidak perlu dicemaskan oleh akuntan dan calon akuntan dengan banyaknya pekerjaan yang hilang. Kemampuan analisa data, pembuatan keputusan, sisi humanisme dalam interaksi tetap akan menjadi hal yang dibutuhkan dari manusia. “Kalian tidak perlu cemas dan takut, karena robot itu hanya menggantikan pekerjaan rutin dan klerikal. Seperti yang dikutipkan dari survei  internasional, kemampuan yang perlu dibangun oleh calon akuntan profesional dalam 3-5 tahun ke depan, di  antaranya adalah kemampuan menganalisa data dan penguasaan spreadsheet,” papar Prof. Maliah. 

Lebih lanjut dijelaskan setidaknya terdapat tujuh  kemampuan yang tidak akan tergantikan oleh mesin, yaitu kemampuan berkomunikasi, penyediaan konten, penyesuaian konteks, kompetensi emosional, kemampuan mengajar, kemampuan berjejaring dan penjagaan etika. “Kemampuan ini tidak akan tergantikan oleh robot, sehingga mahasiswa harus berupaya memiliki kemampuan tersebut,”  pesan Prof Maliah. 

Kuliah yang berlangsung  hampir dalam dua  jam tersebut  ditutup dengan pesan motivasi kepada peserta tentang pentingnya sisi humanisme dan etika. Konsep society 5.0 yang dikenalkan oleh Jepang tersebut menjelaskan bahwa sisi humanisme tetap dibutuhkan di  tengah semakin cerdasnya manusia dan kehidupan. “Selain kemampuan teknis, berperilaku etis dan empati adalah hal yang harus dimiliki (calon) akuntan profesional dalam menyonsong masyarakat 5.0 yang bercirikan super smart society,” ujar Prof Maliah.

Di sesi akhir kuliah terdapat banyak pertanyaan dari peserta yang disampaikan secara langsung atau melalui pesan teks di Zoom. “Dalam hal ini, akuntan dapat bekerja kolaborasi dan bermitra dengan tim eksekutif, yang dapat memanfaatkan teknologi dan data serta mengidentifikasi risiko yang dapat mengkomunikasikan risiko secara efektif dalam fungsi bisnis yang lebih besar,” jelas Prof Maliah saat menjawab pertanyaan dari peserta terkait kecemasannya terkait hilang profesi akuntansi.

“Untuk menjadi akuntan profesional dalam menyonsong era society 5.0, selain kemampuan teknis terkait analisa data dan kemampuan spreadsheet, seorang akuntan juga harus tetap menjaga integritas dan sisi humanis sebagai manusia seperti sifat empati, respek terhadap orang lain. Semoga semua peserta termasuk mahasiswa SEBI dapat menjadikan ini sebagai pegangan dalam menyonsong dunia profesi akuntan ke depan,” ulas Dr Ai Nur Bayinah sebagai moderator saat menyimpulkan materi yang disampaikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement