Rabu 14 Apr 2021 11:51 WIB

Petani Tebu Minta Importir Beli Gula Petani

Tahun 2020, total realisasi pembelian gula petani hanya 50 ribu ton.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Petani memanen tebu untuk diolah menjadi gula di kebunnya, di Nagari Lawang, Kab. Agam, Sumatera Barat, Sabtu (18/7/2020). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/hp.
Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTO
Petani memanen tebu untuk diolah menjadi gula di kebunnya, di Nagari Lawang, Kab. Agam, Sumatera Barat, Sabtu (18/7/2020). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/hp.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) meminta agar para importir gula turut membeli gula hasil produksi petani. Hal itu karena realisasi pembelian tahun lalu sangat jauh dari volume perjanjian antara petani dan importir.

Sekretaris Jenderal APTRI, Nur Khabsyin, mengatakan, tahun 2020, total realisasi pembelian gula petani hanya 50 ribu ton. Volume itu hanya sekitar 10 persen dari total kontrak sebesar 490 ribu ton.

Baca Juga

Desakan kepada pemerintah agar meminta para importir gula untuk membeli gula milik petani pada musim giling 2021 juga menjadi salah satu rekomendasi hasil Rapat Kerja Nasional APTRI, akhir pekan lalu. Adapun harga pembelian diharapkan sama seperti tahun lalu yakni Rp 11.200 per kg.

"(Tahun lalu) mereka (importir) mengulur waktu karena pemerintah tidak tegas. Padahal pemerintah sudah menugaskan para importir," kata Khabsyin kepada Republika.co.id, Rabu (14/4).

 

Penugasan itu juga sudah dibarengi dengan penandatanganan kontrak perjanjian antara importir gula dan petani di Kementerian Koordinator Perekonomian serta disaksikan pejabat Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian.

"Importir semestinya bisa ikut membeli gula milik petani sehingga petani bisa ikut merasakan keuntungan," kata Khabsyin.

Namun, untuk produksi gula pada musim giling tahun ini, APTRI belum membuat proyeksi. Ia berharap setidaknya pada tahun ini para importir bisa membeli gula petani seperti tahun lalu.

Selain itu, APTRI turut mengusulkan agar pemerintah merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perdagangan Gula Rafinasi. Revisi yang dimaksud yakni dengan menghapus pasal 5 ayat 2 yang terkait koperasi dalam mata rantai distribusi gula rafinasi.

Menurut petani, adanya koperasi sebagai distributor akan memperpanjang mata rantai distribusi dan menambah potensi kebocoran. Penjualan gula rafinasi seharusnya dikembalikan seperti semula yakni dari produsen rafinasi langsung kepada industri makanan minuman yang menggunakan gula rafinasi. Selain itu, impor gula kristal putih (GKP) juga perlu dibatasi agar tidak menganggu gula petani.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement