Rabu 14 Apr 2021 00:32 WIB

Pandemi Corona Ubah Pola Tidur Secara Signifikan

Pandemi Covid membuat banyak orang mengalami perubahan pola tidur secara signifikan

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Andi Nur Aminah
Tidur (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Tidur (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai bencana, mulai dari banjir hingga wabah, bisa menimbulkan reaksi umum berupa gangguan tidur. Begitu pula pandemi Covid-19 yang membuat banyak orang mengalami perubahan pola tidur secara signifikan.

Bukan cuma masyarakat awam, gangguan tidur pun dirasakan para profesional medis. Sejumlah dokter di Inggris memulai buku harian tidur, yang mereka mulai sejak lebih dari setahun silam. Kondisi itu semakin diperparah dengan lockdown.

Baca Juga

John Wright dari Bradford Royal Infirmary mengatakan, dirinya mulai mengidap insomnia ketika rumah sakit mulai dipenuhi pasien yang sakit parah. Kekhawatiran terhadap kondisi pasien membuatnya semakin sulit tidur nyenyak.

Wright pun sempat mengidap Covid-19. Setelah sembuh, dia masih merasakan beberapa gejala seperti dysgeusia (rasa aneh seperti logam dan sabun saat makan) dan gangguan penciuman parosmia.

Dia juga merasa agak pelupa. "Yang paling menjengkelkan, tidur saya menjadi sangat terganggu. Terbangun berulang kali dengan membolak-balikkan badan saat saya menunggu bisa kembali tidur," ungkap Wright.

Pakar tidur menyebut gejala itu sebagai "Covid-somnia" atau "coronasomnia" untuk menggambarkan berbagai gangguan tidur saat Covid-19. Lockdown, perubahan rutinitas normal, dan kecemasan terinfeksi virus juga berkontribusi pada itu.

Direktur klinis perawatan darurat Bradford Royal Infirmary, Sam Khan, juga mengalami sejumlah kondisi setelah tertular Covid-19 pada 24 Maret 2020. Dia tidak bekerja selama lima bulan untuk memulihkan diri.

Setelah dinyatakan negatif corona, Khan masih sering merasa sesak, lelah, dan sulit fokus. Itu membuatnya terganggu karena sebelumnya dia mahir menganalisis informasi dan membuat keputusan cepat, penting untuk dokter di bangsal yang sibuk.

Sejak divaksin pada Desember 2020, kondisi tidurnya kian memburuk, meskipun tidak ada bukti hubungan sebab akibat dengan vaksin. Jam berapapun dia pergi tidur dalam waktu normal, dia terjaga terlalu dini.

Khan tidur pukul sembilan dan tetap terbangun jam tiga pagi, lalu butuh waktu 1,5 jam untuk bisa tidur lagi. Dia mulai mengonsumsi antihistamin, obat penenang ringan, sebelum tidur. "Tapi kalau saya lupa minum antihistamin, pasti saya bangun jam tiga pagi. Aneh sekali," kata Khan.

Padahal, tidur adalah bagian penting dari kesehatan fisik dan mental. Momen tersebut menjadi waktu penyembuhan ketika tubuh memperbaiki diri sendiri dan pikiran memproses rentetan rangsangan dari siang hari.

Tidur juga penting untuk sistem kekebalan. Terlelap dengan nyenyak di malam hari dapat membantu memaksimalkan tanggapan kekebalan terhadap vaksin. Dokter lain, Paul Whitaker, menanggapi kondisi sulit tidur yang dialami rekan-rekannya.

Dia mengatakan bahwa pasien Covid-19 dengan gejala jangka panjang memiliki kemungkinan mengalami kesulitan tidur. Sebaliknya, ada juga yang tidur berlebihan hingga 17 jam sehari karena tubuhnya terasa sangat lelah.

Kemungkinan lain, kombinasi dari keduanya. Seseorang tidur di siang hari dan karena itu mengalami masalah tidur di malam hari, terkadang dipicu pula oleh faktor lain seperti sesak napas atau mimpi buruk.

Namun, Whitaker mengatakan tubuh setiap orang selalu mengupayakan pemulihan, meski waktunya bisa berbeda-beda. Dia mencontohkan salah seorang pasien Covid-19 yang dia tangani. "Akhirnya dia bisa tidur dengan nyenyak dan kabut otak mulai hilang, pemulihan terjadi tepat pada waktunya," ujar Paul, dikutip dari laman BBC.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement