Selasa 13 Apr 2021 15:23 WIB

Kementan Genjot Potensi Lahan Sawah Tadah Hujan

Wilayah yang punya sawah tadah hujan yang bisa dikembangkan ialah Kabupaten Blora.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Sawah tadah hujan (ilustrasi). Kawasan persawahan yang mengandalkan air hujan sebagai sumber sistem irigasi memiliki potensi besar untuk menjadi lumbung pangan.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Sawah tadah hujan (ilustrasi). Kawasan persawahan yang mengandalkan air hujan sebagai sumber sistem irigasi memiliki potensi besar untuk menjadi lumbung pangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kawasan persawahan yang mengandalkan air hujan sebagai sumber sistem irigasi memiliki potensi besar untuk menjadi lumbung pangan. Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, akan mengoptimalisasikan sawah tadah hujan untuk meningkatkan produksi padi.  

Salah satu area sawah tadah hujan yakni seperti di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementan, Fadjry Djufry mengatakan, teknologi padi lahan tadah hujan yang saat ini ada di Blora harus bisa diterapkan petani secara bertahap dari hulu ke hilir dan ada keberlanjutan.

“Keberlangsungan teknologi perlu terus dikawal sampai berhasil dan teknologi benar-benar diadopsi oleh petani dan bisa memberikan kontribusi yang besar khususnya untuk lahan tadah hujan," kata Fajdry dikutip Republika.co.id, Selasa (13/4).

Pihaknya juga mengapresiasi dukungan pemerintah daerah yang menjadikan Kabupaten Blora sebagai pusat kegiatan program riset pengembangan, dalam peningkatan produksi padi lahan sawah tadah hujan.

Hal itu, menurutnya, sesuai keinginan menteri pertanian agar Balitbangtan menggandeng pemerintah daerah untuk pengembangan riset yang terpadu. “Tunjuk satu dua daerah untuk fokus ledakan produksinya kemudian masuk pengembangan hulu hilir dengan inovasi dari litbang. Saya yakin, litbang pasti mengerti dan pasti bisa lakukan eksekusi," katanya.

Kepala Pusat Penelitian Tanaman Pangan, Priatna Sasmita  mengaku telah menyiapkan teknologi untuk bisa meningkatkan indeks pertanaman di wilayah ini. Saat ini tengah dilakukan penanaman perdana pada kawasan 10 hektare.

“Lahan tadah hujan di Kabupaten Blora cukup potensial, keterbatasan pasokan air di musim kemarau dan karakteristik tanah yang spesifik perlu upaya khusus agar indeks pertanaman dan produktivitas meningkat," kata Priatna.

Tanam perdana pada lahan sawah tadah hujan seluas 10 hektare ini adalah bagian dari kegiatan Center of Excellent (CoE) Riset Pengembangan Inovasi Kolaboratif (RPIK) dengan memanfaatkan pengelolaan menggunakan peralatan pertanian modern. RPIK merupakan strategi penelitian pengembangan dan penerapan inovasi teknologi secara hulu hilir.

Menurut Priatna, kegiatan ini merupakan program prioritas penerapan kesiapan inovasi teknologi yang dihasilkan Balitbangtan. Program yang dicanangkan pada awal musim tanam II tahun ini diharapkan agar teknologi dan inovasi yang telah dihasilkan Balitbangtan dapat dikembangkan secara masif.

“Hilirisasi hasil inovasi bisa berjalan dengan baik dengan kolaborasi dengan Dinas Pertanian setempat dan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Blora.” lanjutnya.

Sementara, Bupati Blora Arief Rohman berharap agar program riset pengembangan inovasi kolaboratif bisa berlanjut bukan hanya pada tahun ini saja, mengingat Kabupaten yang dikenal dengan lahan tandus serta tidak cocok untuk pertanian ini telah surplus hingga 600 ribu ton.

“Blora yang orang luar menyebut Blora daerah kering, tandus daerah yang tidak cocok untuk pertnaian, tapi Alhamdulillah dianugerahi menghasilkan padi yang surplus, apalagi dengan inovasi ini kita harapkan riset ini berhasil," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement