Sabtu 10 Apr 2021 21:48 WIB

Ketua DPD Minta Pemerintah Serius Sikapi Efek Embargo Vaksin

Pemerintah diminta terus melobi negara produsen untuk cukupi kebutuhan vaksin.

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti
Foto: DPD
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI La Nyalla Mattalitti meminta pemerintah serius menyikapi efek pembatasan atau embargo yang dilakukan produsen vaksin AstraZeneca sehingga membuat Indonesia terancam kehilangan 10 juta dosis dari 30 juta dosis yang direncanakan. 

Masalah ini muncul setelah ketahui jika produsen vaksin AstraZeneca belum mendapat izin emergency authorization dari Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat. "Menanggapi defisit vaksin yang dialami Indonesia karena pemberlakuan embargo hingga kita kehilangan 10 juta dosis vaksin, bukan hal yang mudah untuk diselesaikan. Untuk itu pemerintah pun harus memberikan perhatian serius," kata La Nyalla saat kunjungan kerja di Bengkulu, Sabtu (10/4).

Baca Juga

La Nyalla menyebut dirinya sejak awal telah memperkirakan jika Indonesia akan mengalami defisit vaksin akibat tingginya permintaan vaksin di banyak negara .Untuk itu dia meminta pemerintah harus segera menyiapkan skema baru mendatangkan vaksin untuk mencukupi kebutuhan vaksinasi nasional dalam rangka memutus rantai penyebaran virus corona jenis baru.

"Semestinya Kementerian Kesehatan sudah memiliki peta jalan yang jelas sehingga skema pemberian vaksin sesuai dengan jadwal. Atau Kemenkes membuat skema opsi lain jika vaksin tidak dapat didatangkan," jelasnya.

Menurutnya, Indonesia harus terus melobi negara-negara produsen vaksin untuk mencukupi kebutuhan vaksinasi nasional. Lalu, kata dia, pemerintah perlu terbuka agar publik dapat memahami kondisi yang sebenarnya terjadi, sehingga muncul kesadaran masyarakat untuk mengubah perilaku disiplin menerapkan protokol kesehatan.

"Kita jangan menyerah dan terus upayakan dengan mengoptimalkan sumber daya yang kita miliki agar menjadi opsi lain dalam penyediaan vaksin, jika pun tidak berhasil kita telah belajar mengenai science vaksin yang sangat mahal," demikian La Nyalla

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement