Jumat 09 Apr 2021 12:56 WIB

Unas Kaji Politik Islam di Asia Tengah dari Perspektif HI

Negara Islam di Asia Tengah punya sumber daya alam, seperti emas dan perak melimpah.

Rep: Selamat Ginting/ Red: Erik Purnama Putra
Kampus Universitas Nasional (Unas) Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Foto: Dok Unas
Kampus Universitas Nasional (Unas) Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan politik di kawasan Asia menarik para ilmuan, pemerhati, dan mahasiswa hubungan internasional (HI) di Indonesia. Guna mengembangkan pemikiran tersebut, Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nasional (FISIP Unas) menggandeng Pusat Kajian Sosial dan Politik (PKSP) Unas menggelar seminar.

Bertajuk 'Political Islam In Asia Between Constitution And Implementation, seminar pada Rabu (7/4), menghadirkan pakar dan pemerhati internasional. Mereka semua membahas isu politik Islam dari perspektif HI.

Adapun pakar yang diundang adalah Profesor Makmor Tumin dari Universiti Malaya, Profesor Shaikh Ahmed Tamim selaku President Islamic University of Ukraine, dan dosen HI Unas Robi Nurhadi. Prof Makmor Tumin mengatakan, belakangan ini, pemahaman mengenai politik Islam banyak beriorientasi isu terorisme dan kejahatan.

Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran dari pakar keamanan internasional. Jika melihat kaitan antara politik dan Islam saat ini, sambung dia, banyak kesalahpahaman yang sangat besar.

"Gerakan Islam secara internasional banyak dipandang sebagai ancaman bagi dunia Barat terutama aksi terorisme. Oleh sebab itu, hal ini mengundang para pakar dengan pemikiran yang efektif untuk mengambil langkah dalam investigasi terhadap isu tersebut khususnya di era disruptif ini," ujarnya.

Dalam paparannya, Makmor Tumin menjelaskan berbagai tantangan yang dihadapi dari perkembangan berbagai model gerakan. Dia juga menyinggung mengenai pencarian identitas dari berbagai gerakan Islam tersebut.

President Islamic University Ukraine Prof Sheikh Ahmad Tamim mengulas tentang bagaimana Islam berkembang di Uzbekistan dan empat negara lainnya di kawasan Asia Tengah, juga pengaruhnya terhadap gerakan politik Islam di sana. Dia menyebut, gerakan Islam sering dicirikan sebagai antimodern atau didorong oleh ideologi pramodern yang mengancam gaya hidup Barat.

Namun, sambung dia, gerakan tersebut merupakan respons terhadap kondisi sosial ekonomi dan politik yang diperburuk oleh urbanisasi yang cepat dan kekuatan globalisasi ekonomi di banyak negara Muslim, seperti Arab, dan non-Arab, terutama Asia. "Fenomena ini bergantung pada beberapa faktor, misalnya seperti geografi, sejarah, dan ukuran komunitas Muslim," ujarnya.

Dosen HI Unas, Robi Nurhadi melihat adanya dilema yang dihadapi oleh negara di kawasan Asia Tengah, seperti Kazakstan, Kirgistan, Turkmenistan, Tajikistan, dan Uzbekistan. Robi menyebut, kawasan itu memiliki tiga ciri, yaitu jalur sutra yang strategis, sumberdaya alam seperti emas, perak yang melimpah, dan penduduk mayoritas Muslim.

Hanya saja, kata dia, Asia Tengah dihadapkan pada tiga tantangan, yaitu pengaruh tiga negara besar dengan tiga ideologi yang berbeda, yaitu Rusia dan Cina dengan komunismenya, Iran dengan Syiah-nya, dan Amerika Serikat serta negara Barat dengan liberalismenya. Robi melihat, umumnya negara di Asia Tengah memilih mengakomodasi liberalisme dalam praktik berpolitik dan beragama.

Proses akomodasi politik liberal akhirnya memancing lahirnya kelompok radikal, ekstrimis bahkan terorisme. Karena itu, menurut Robi, konstitusi negara-negara kawasan Asia Tengah menjamin kebebasan beragama untuk semua pemeluk agama. Dinamika politik Islam, dia menambahkan, lebih banyak ditentukan oleh siapa yang menjadi sosok presidennya.

Hal itu karena konstitusi memberi kekuasaan eksekutif yang lebih besar (executive heavy) dibanding legislatif yang umumnya menerapkan sistem bikameral. Robi menambahkan bahwa, akomodatif di negara-negara mayoritas Muslim tidak hanya terjadi di Asia Tengah, melainkan di berbagai kawasan Asia lainnya, seperti di Turki, Malaysia, dan Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement