Jumat 09 Apr 2021 07:30 WIB

Kisah Perjuangan Petugas Vaksin Polio di Afghanistan

Afghanistan dan Pakistan adalah dua negara di dunia di mana polio masih endemik.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Dwi Murdaningsih
 Petugas kesehatan Afghanistan memberikan vaksinasi polio kepada seorang anak di Kandahar, Afghanistan, 16 Desember 2020.
Foto: EPA-EFE/MUHAMMAD SADIQ
Petugas kesehatan Afghanistan memberikan vaksinasi polio kepada seorang anak di Kandahar, Afghanistan, 16 Desember 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Afghanistan terus berusaha menginokulasi jutaan anak untuk melawan polio. Lockdown akibat pandemi virus corona menghentikan upaya pemberantasan penyakit yang melumpuhkan itu.

Upaya vaksinasi polio mengalami kendala lebih berat usai pembunuhan tiga pemberi vaksin baru-baru ini. Ketiga perempuan pemberi vaksin polio ditembak mati dalam dua serangan terpisah pada 30 Maret. Peristiwa itu terjadi ketika mereka melakukan vaksinasi dari pintu ke pintu di kota Jalalabad di timur.

Baca Juga

Peristiwa tersebut pertama kalinya pekerja vaksinasi terbunuh dalam satu dekade inokulasi dari pintu ke pintu untuk melawan penyakit anak-anak di Afghanistan. Serangan semacam itu lebih sering terjadi di negara tetangga Pakistan yang melaporkan setidaknya 70 pemberi vaksin dan personel keamanan yang terkait dengan kampanye vaksinasi telah terbunuh sejak 2011.

Afghanistan dan Pakistan adalah dua negara di dunia di mana polio masih endemik. Keduanya mengalami peningkatan kasus yang mengganggu dalam beberapa tahun terakhir. Di Afghanistan, 56 kasus baru dilaporkan pada tahun 2020, jumlah tertinggi sejak 2011, ketika 80 kasus terdaftar.

Pekerja vaksinasi berusia 21 tahun di Kabul, Adela Mohammadi, mengatakan orang tuanya tidak ingin dia keluar untuk melakukan vaksinasi setelah ketiga petugas itu terbunuh di Jalalabad. "Saya pergi, tetapi dengan sangat khawatir. Saya sedang berpikir bagaimana jika seseorang sedang menunggu kami dan tiba-tiba mulai menembaki kami," ujarnya.

Beberapa orang juga curiga terhadap vaksinasi di Afghanistan. Meskipun kecurigaan ini jarang diterjemahkan menjadi kekerasan. Pembunuhan baru tampaknya mencerminkan peningkatan kekacauan yang mengganggu di tahun lalu.

ISIS telah mengklaim bertanggung jawab atas beberapa kekerasan tersebut. Namun pelaku banyak serangan masih belum diketahui, termasuk pembunuhan para pekerja vaksinasi.

Kekerasan menambah kekhawatiran baru karena Afghanistan berjuang untuk memberantas penyakit yang sebagian besar telah diberantas di seluruh dunia. Pada anak-anak, polio bisa menyebabkan kelumpuhan parsial.

Sejak 2010, negara itu telah melakukan kampanye inokulasi rutin di mana para pekerja pergi dari pintu ke pintu, memberikan vaksin kepada anak-anak. Kebanyakan pekerjanya adalah perempuan, karena mereka bisa mendapatkan akses yang lebih baik ke ibu dan anak.

Tahun lalu, pihak berwenang harus membatalkan empat putaran inokulasi yang direncanakan karena penguncian terhadap pandemi virus korona. Mereka hanya berhasil melakukan dua putaran dalam pemberian rutin.

Pihak berwenang mengatakan hampir 10 juta anak sekarang membutuhkan vaksinasi polio. Dari jumlah tersebut, pihak berwenang tidak dapat menjangkau sekitar 3 juta anak yang tinggal di daerah di bawah kendali milisi Taliban.

Juru bicara Kementerian Kesehatan Ghulam Dastagir Nazari, satu putaran suntikan dilakukan awal tahun ini dan putaran kedua diluncurkan pada 29 Maret. Selama empat hari putaran kedua, lebih dari 6 juta anak divaksinasi.

Dalam masyarakat yang sangat konservatif di Afghanistan yang mengalami trauma oleh perang selama puluhan tahun, ada yang curiga dengan suntikan vaksin polio sebagai tipuan Barat. Banyak pula keluarga yang mengklaim vaksin dilarang oleh agama atau membahayakan anak-anak.

"Ada keluarga yang bahkan tidak membukakan pintu untuk kami, mereka hanya berteriak, jika kami tidak pergi, mereka akan keluar dan memukuli kami,” kata petugas vaksin polio yang telah bekerja selama tiga tahun bernama Mohammadi.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement