Rabu 07 Apr 2021 08:25 WIB

Generasi Milenial dalam Perwujudan Kedaulatan Pangan

Tidak mudah mengubah pola pikir generasi milenial berkecimpung di sektor pertanian.

Sejumlah petani menyortir hasil panen padi saat senja. Ilustrasi
Foto: Antara/Aji Styawan
Sejumlah petani menyortir hasil panen padi saat senja. Ilustrasi

RETIZEN -- Oleh: Susanti, Statistisi BPS Kota Bandung

Ketika tulisan ini dibuat, harga cabai rawit di pasar-pasar Kota Bandung mencapai Rp120 ribu per kilogram. Itu rekor tertinggi selama sebulan terakhir. Kenaikan harga cabai merah sudah merangkak naik sejak akhir tahun lalu. Ia diprediksi terus naik menjelang bulan puasa dan lebaran nanti.

Sudah merupakan siklus tahunan, setiap musim penghujan, harga cabai dan beberapa komoditas pertanian seperti sayuran naik. Menurut Kepala Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, penurunan produksi cabai rawit karena faktor alam dan tingginya curah hujan menyebabkan petani gagal panen, diiringi permintaan yang tinggi membuat harga cabai rawit melambung tinggi (Sumber: Republika Online, 22/02/2021)

Kondisi berulang seperti ini sungguh sangat disayangkan. Indonesia sebagai negara agraris dengan potensi pertanian sangat besar harus mengalami kelangkaan komoditas pertanian yang berdampak pada kenaikan harga.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), luas panen cabai rawit sepanjang tahun 2019 sebesar 523,97 ribu hektare dengan produksi 1.374,21 ribu ton. Dilihat dari tren setiap tahunnya, terjadi kenaikan produksi sebesar 38,6 ribu ton dibandingkan tahun 2018 atau sebesar 2,89 persen.

Produksi pada tiga sentra cabai rawit mampu mencukupi 61,82 persen konsumsi nasional, yaitu di sentra produksi Jawa Tengah sebanyak 148,750 ton, Jawa Timur sebanyak 536,098 ton, dan di Nusa Tenggara Barat sebanyak 164,773 ton (Statistik Hortikultura 2019, BPS).

Merujuk data BPS, diketahui terdapat kenaikan konsumsi cabai rawit oleh rumah tangga di Indonesia sebanyak 46,97 ribu ton. Konsumsinya tahun 2018 sebesar 486,38 ribu ton, sedangkan konsumsi rumah tangga pada tahun 2019 sebanyak 533,35 ton.  Atau jika dihitung pada tahun 2019, tingkat partisipasi konsumsi cabai rawit oleh rumah tangga di Indonesia adalah sebesar 74,81 persen. Artinya sekitar 74,81 persen rumah tangga di Indonesia mengonsumsi cabai rawit.

Mengingat besarnya potensi cabai rawit, sewajarnya komoditas ini menjadi salah satu komoditi pertanian yang mendapat perhatian khusus agar kelangkaan dan kenaikan harga cabai rawit tidak menjulang tinggi.

Selain sumber daya alam, Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia yang sangat besar. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2020 pada publikasi “Potret Sensus Penduduk 2020 Menuju Satu Data Kependudukan Indonesia”, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 adalah sebanyak 270,20 juta jiwa.

Bila diamati piramida penduduknya, Indonesia masih berada pada periode jendela kesempatan untuk menikmati bonus demografi. Persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) sebesar 70,72 persen.

Jika dilihat dari komposisi penduduk menurut generasinya, penduduk Indonesia dominan pada Gen Z dengan perkiraan usia 8-23 tahun sebanyak 74,93 juta jiwa (27,94 persen) dan Generasi Milenial dengan perkiraan usia 24-39 tahun sebanyak 69,38 juta jiwa (25,87 persen). 

Sementara Gen X dengan rentang usia 40-55 tahun sebanyak 58,65 juta jiwa (21,88 persen), Baby Boomer dimana rentang usianya 56-74 tahun sebanyak 31,01 juta jiwa (11,56 persen), Post Gen Z dengan perkiraan usia sekarang sampai dengan 7 tahun  sebanyak 29,17 juta jiwa (10,88 persen), dan Pre-Boomer dengan perkiraan usia 75+ tahun sebanyak 5,03 juta jiwa (1,87 persen).

Mirisnya, angka pengangguran Indonesia bulan Agustus 2020 masih tinggi. Terjadi kenaikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 1,84 persen dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 7,07 persen. TPT penduduk pada kelompok usia muda mencapai 20,46 persen. Artinya dari 100 orang penduduk berumur 15-24 tahun yang termasuk angkatan kerja, terdapat sekitar 20 orang menganggur (Booklet Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2020, BPS).

Berdasarkan data hasil Sakernas Agustus 2020, penduduk dengan mata pencaharian utamanya pertanian, kehutanan, dan perikanan adalah sebesar 29,76 persen atau sebanyak 38,23 juta orang. Usaha di sektor pertanian masih dianggap sebelah mata oleh generasi muda. Petani identik dengan tua, miskin, kotor, lusuh, penghasilan tidak menentu, tidak keren, kurang memiliki prospek dan karier jangka panjang yang jelas.

Seyogyanya potensi kaum milenial menjadi kekuatan Indonesia untuk dapat meningkatkan pendapatan dan ujungnya mendongkrak pembangunan Indonesia. Jangan sampai bonus demografi ini tersia-siakan. Generasi milenial kerap diidentikan kedekatannya dengan teknologi informasi dan platform digital lainnya. Diharapkan kemampuan tersebut dapat menjadi salah satu modal dasar pemuda Indonesia dalam meningkatkan potensinya.

Generasi muda dapat memberi andil luar biasa jika dilibatkan dalam usaha di sektor pertanian. Perlu dilakukan langkah-langkah untuk menumbuhkan minat, pengetahuan, dan kepedulian generasi muda terhadap dunia pertanian.  Sehingga regenerasi dan keberlanjutan usaha pertanian dapat terjaga.

Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat diadaptasi daerah lain. Seperti dikutip dari laman petanimilenial.jabarprov.go.id, melalui Program Petani Milenial mendorong regenerasi tenaga kerja di sektor pertanian Jawa Barat yang memiliki inovasi, gagasan, dan kreativitas. Diharapkan program ini dapat menggerakkan kewirausahaan bidang agrikultur yang menjadi wajah pertanian menjadi lebih segar dan atraktif untuk bisa berkelanjutan di Jawa Barat.

Saat ini sudah tersaring 2240 pendaftar yang lolos seleksi tahap satu dari target 5.000 milenial. Selanjutnya pendaftar yang telah lolos seleksi administrasi akan menjalani skrining teknis di perangkat daerah. Jika lulus, para pemuda ini akan mengikuti pelatihan sebelum terjun ke lapangan.

Program Petani Milenial mensyaratkan pemuda dengan usia 19-39 tahun dan mengenal inovasi teknologi bidang pertanian. Diharapkan melalui program ini dapat menumbuhkan kewirausahaan di bidang pertanian bagi generasi muda. Selain itu, sektor pertanian diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif lapangan kerja yang cukup diperhitungkan.

Memang tidak mudah mengubah pola pikir generasi milenial untuk mau dan mampu berkecimpung di sektor pertanian. Slogan “Tinggal di desa, rezeki kota, bisnis mendunia” diharapkan menjadi tren bagi kaum muda untuk kembali melirik desa, membangun daerahnya, dan mengoptimalkan potensi dan peluang yang ada.

Hal ini merupakan PR besar. Perlu sinergitas dan keseriusan. Tidak saja Pemerintah, tapi juga tanggung jawab bersama perguruan tinggi dan pelaku bisnis lainnya.  Sehingga visi Indonesia memiliki kedaulatan pangan dan lumbung dunia dapat terwujud.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement