Ahad 04 Apr 2021 19:45 WIB

Ulama-Cendekiawan Jateng Rumuskan Kurikulum Antiradikalisme

Ulama dan cendekiawan di Jawa Tengah berkumpul dalam Forum Cinta Tanah Air.

Gubernur Jawa tengah Ganjar Pranowo
Foto: dok. Istimewa
Gubernur Jawa tengah Ganjar Pranowo

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sejumlah ulama dan cendekiawan di Provinsi Jawa Tengah berkumpul dalam Forum Cinta Tanah Air. Forum ini dibentuk untuk merumuskan kurikulum antiradikalisme serta intoleransi di berbagai jenjang pendidikan.

"Forum yang dipelopori Mbah Munif (pengasuh Pondok Pesantren Giri Kusumo Mranggen KH Munif Muhammad Zuhri, red.) ini sangat brilian dan menerobos. Menggabungkan kampus dan pondok pesantren, mereka berkolaborasi untuk membuat kurikulum pendidikan," kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat menghadiri diskusi kelompok terpumpun Forum Cinta Tanah Air di UIN Walisongo Semarang, Ahad (4/4).

Baca Juga

Dia mengapresiasi dan mendukung penuh forum ulama dan cendekiawan tersebut, apalagi kegiatannya untuk membuat pedoman pengajaran di sekolah sebagai upaya melindungi generasi muda dari bahaya paham-paham radikal dan intoleran itu. 

Menurut dia, forum tersebut tepat sebagai jawaban kondisi masyarakat saat ini menyusul adanya aksi terorisme di Makassar dan Jakarta yang dilakukan anak muda.

"Saya resah melihat kondisi ini, maka saya mendukung forum ini sebagai upaya melindungi generasi muda dari paham radikal dan intoleransi. Dengan membentuk karakter dan membuat metode dan metodologi pembelajaran yang baik, forum ini diharapkan membuat anak-anak tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga emosional. Jadi, tidak gampang 'ngamukan', tidak 'baperan'," ujarnya.

Setelah kurikulum antiradikalisme itu selesai disusun dari forum tersebut akan diterapkan oleh Gubernur Ganjar di seluruh sekolah di Jawa Tengah dengan harapan dapat dimasukkan dalam setiap pembelajaran yang ada di jenjang pendidikan itu.

"Semua tingkat dan semua level, hasil forum ini tentu akan menjadi bagian penting dalam pendidikan di Jawa Tengah. Jadi kalau siswa belajar itu ada gurunya dan isinya benar, kalau tidak ada gurunya, mereka akan belajar di internet dan itu bahaya. Nanti merasa benar, muncul ujaran kebencian, gampang 'ngamuk' dan sampai pada tindakan yang tidak diinginkan," kata Ganjar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement