Rabu 24 Mar 2021 05:45 WIB

Redupnya Kekuasaan Dinasti Turki Utsmani di Palestina  

Kekuasaan Turki Utsmani di Palestina mulai redup sejak Perang Dunia I

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Kekuasaan Turki Utsmani di Palestina mulai redup sejak Perang Dunia I. Ilustrasi - Pasukan Ottoman, Turki.
Foto: Hurriyet
Kekuasaan Turki Utsmani di Palestina mulai redup sejak Perang Dunia I. Ilustrasi - Pasukan Ottoman, Turki.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Peringatan internasional terkait berakhirnya Perang Dunia I, jatuh pada tanggal 11 November. Tahun berakhirnya Perang Dunia I yakni 1918. Tepatnya pada September 1918, Inggris telah menyelesaikan pendudukan Palestina utara, dan pada bulan berikutnya mereka menyelesaikan pendudukan Suriah.

Seratus tahun lebih, telah berlalu sejak eksodus Ottoman (Dinasti Turki Utsmani) dari Syam, Irak dan Arab. Cahaya Dinasti Turki Utsmani mulai redup secara perlahan. Setidaknya ada delapan fase redupnya Dinasti Turki Utsmani.

Pertama, orang-orang Palestina di era Ottoman, mendukung secara penuh Kesultanan Turki Utsmani. Pemimpin Palestina dan Mufti Amin al-Husseini, berbagi dengan Turki terkait posisi sipil dan militer negara yang menikmati semua hak yang dinikmati Turki.

Misalnya Musa Kazem al-Husseini, yang menjadi pemimpin Palestina setelah berakhirnya kekuasaan Utsmaniyah (pada periode 1920-1934), menjadi gubernur (gubernur) wilayah Asir 1892, Najd 1896, dan Al-Ahsa 1900 (dan tiga wilayah Arab Saudi saat ini).

Dia juga bekerja sebagai administrator setelah itu dan sampai 1912 di Bettles dan Arjidan di Anatolia, kemudian di Al-Muntafiq di Irak, dan kemudian di Horan di Suriah.

Kedua, kesetiaan orang Palestina pada Turki ini terus berlanjut sampai kemudian terjadi kudeta yang dilancarkan Komite Persatuan dan Kemajuan terhadap Sultan Abdul Hamid pada 1908. 

Orang-orang Palestina dan orang Arab dan Muslim lainnya dikejutkan oleh kepemimpinan negara Turki, yang mengadopsi kebijakan "Turkifikasi" dan memberlakukan kebijakan yang mengasingkan orang Arab dan negara lain.

Kekhawatiran orang-orang Palestina lantas meningkatkan penetrasi Yahudi Zionis ke dalam Komite itu. Yahudi di Palestina merasa senang setelah terjadi kudeta Komite tersebut, atau yang juga disebut Partai Turki Muda. 

Baca juga : Amalan Menyambut Ramadhan yang Dicontohkan Nabi Muhammad

Yahudi pun meningkatkan aktivitas mereka untuk mencapai tujuannya di Palestina. Saat itulah, pemerintahan baru yang dibentuk Komite Persatuan dan Kemajuan, dibentuk pada Juni 1913. 

Kemudian, seorang Arab, Suleiman Al-Bustani, turut berpartisipasi di dalamnya, meskipun orang Arab adalah setengah dari populasi Kesultanan Ottoman. 

Pihak Ottoman pun mengurangi pembatasan imigrasi Yahudi ke Palestina, dan mengurangi pembatasan kepemilikan tanah oleh orang Yahudi di sana.

Namun, kelompok pendukung Komite Persatuan dan Kemajuan harus mengubah sikap mereka terhadap gerakan Zionis selama perang pertama, ketika mengambil sikap bermusuhan terhadap Kekaisaran Ottoman. 

Dalam situasi ini, rakyat Palestina terkejut dan takut. Mereka melihat negara yang peduli dengan kepedulian mereka didominasi oleh kepemimpinan yang tidak peduli terhadap mereka, atau bersekongkol melawan Palestina.

Karena itulah, kesetiaan rakyat Palestina terhadap Dinasti Turki Utsmani pun goyah. Dan sebagai gantinya, mereka merasa cemas, marah, dan bertekad menuju kepemimpinannya.

Fase ketiga, yaitu ketika Kesultanan Ottoman mengumumkan masuknya mereka ke dalam perang dunia, para pemimpin masyarakat dan gerakan reformasi Arab membekukan aktivitas mereka, dan memutuskan untuk menghindari negara Ottoman dalam peperangan melawan musuh-musuhnya, dengan harapan tuntutan reformasi mereka akan dipenuhi. 

Bcaa juga : Laporan: Penyelidik PBB Diancam Dibunuh oleh Pejabat Saudi

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement