Ahad 21 Mar 2021 18:52 WIB

Komunitas Myanmar di Taiwan Kecam Kudeta

Ratusan orang dari komunitas Myanmar di Taiwan turun ke jalan dengan menyanyikan lagu

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Orang-orang membangun kembali barikade setelah protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, Kamis (18/3).. Protes anti-kudeta terus berlanjut meskipun penumpasan kekerasan yang intensif terhadap demonstran oleh pasukan keamanan.
Foto: STRINGER/EPA
Orang-orang membangun kembali barikade setelah protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, Kamis (18/3).. Protes anti-kudeta terus berlanjut meskipun penumpasan kekerasan yang intensif terhadap demonstran oleh pasukan keamanan.

REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Ratusan orang dari komunitas Taiwan-Myanmar berunjuk rasa di pusat kota Taipei, Ahad (21/3) waktu setempat. Mereka mengecam kudeta dengan menyanyikan lagu-lagu sambil memegang mawar putih dan merah sebagai duka bagi para korban yang gugur dalam tindakan keras junta terhadap pendemo damai Myanmar.

Orang-orang menyanyikan "Kami Tidak akan Puas Sampai Akhir Dunia". Lagu tersebut merupakan lagu berbahasa Burma dari pemberontakan prodemokrasi 1988 di negara itu, secara brutal diturunkan oleh pemerintah militer saat itu. Pendemo kemudian menundukkan kepala dalam doa untuk mengenangnya.

Baca Juga

Mengenakan pakaian putih senagai tanda warna berkabung, memegang foto pemimpin yang ditahan Aung San Suu Kyi, dan tulisan-tulisan mengutuk kudeta, sekitar 400 orang melakukan protes di Lapangan Liberty Taipei. Sebagian besar warga adalah Sino-Burma tetapi juga warga non-Cina Myanmar, Taiwan dan Hong Kong.

"Orang-orang di Myanmar sekali lagi dipaksa untuk hidup di bawah bayang-bayang gelap rezim militer. Sebagai seorang emigran dari Myanmar, hari ini kami berkumpul di sini untuk memberi penghormatan kepada rekan senegara kami dan para pahlawan yang jatuh," kata Thomas Chen (28 tahun), seorang guru Burma kelahiran Yangon di Taipei's Soochow University, kepada kerumunan.

Seorang anggota parlemen dari Partai Progresif Demokratik yang berkuasa di Taiwan, Hung Sun-han mengkritik China karena mendukung kudeta tersebut. Meski Beijing membantahnya, banyak orang di Myanmar memandang Cina mendukung junta yang merebut kekuasaan pada 1 Februari.

"Kami tahu di balik kudeta militer ini ada kekuatan dari Komunis China. Ini adalah hal yang paling tidak disukai orang," kata Hung kepada pengunjuk rasa.

Pekan lalu terjadi serangan pembakaran terhadap 32 perusahaan yang diinvestasikan China di Hlaingthaya, meskipun para demonstran di Taipei yang berbicara kepada Reuters mengecilkan ketakutan akan perasaan anti-China yang lebih luas. "Banyak etnis Tionghoa di jalan-jalan memprotes kudeta,” kata Wei Lin, yang hidup melalui kerusuhan anti-Tionghoa di Yangon pada 1967. "Orang-orang tahu bagaimana membedakan antara Tionghoa-Burma dan pemerintah China," kata dia menambahkan.

Taiwan adalah rumah bagi sekitar 40 ribu orang yang berasal dari Myanmar, yang sebagian besar adalah etnis Tionghoa. Beberapa adalah keturunan pasukan Nasionalis yang terperangkap di Myanmar, kemudian disebut Burma, pada akhir perang saudara China pada tahun 1949. Yang lainnya datang baru-baru ini, melarikan diri dari penindasan dan sentimen anti-China.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement