Jumat 19 Mar 2021 06:32 WIB

PT Garam: Kebutuhan Impor tak Bisa Dihindari 

Produksi dari petani garam belum dapat secara konsisten memenuhi kebutuhan industri.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Petani memanen garam yang digunakan sebagai bahan pupuk di kawasan penggaraman Talise, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (17/3/2021). Pemerintah kembali membuka keran impor garam sebanyak 3,07 juta ton di tahun 2021 untuk memenuhi kekurangan garam bagi industri dalam negeri dan kurangnya kualitas garam rakyat yang dinilai masih berada di bawah standar kadar untuk industri.
Foto: Antara/Basri Marzuki
Petani memanen garam yang digunakan sebagai bahan pupuk di kawasan penggaraman Talise, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (17/3/2021). Pemerintah kembali membuka keran impor garam sebanyak 3,07 juta ton di tahun 2021 untuk memenuhi kekurangan garam bagi industri dalam negeri dan kurangnya kualitas garam rakyat yang dinilai masih berada di bawah standar kadar untuk industri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Garam (Persero) Achmad Ardianto mengatakan impor garam menjadi hal yang tak terelakkan jika melihat kebutuhan garam nasional. Achmad menjelaskan kebutuhan garam secara nasional tahun ini mencapai 4,6 juta ton, sedangkan impor garam sebanyak 3,07 juta ton. Achmad menyebut selisih dari kebutuhan dan impor diharapkan dapat disuplai oleh produk lokal.

"Untuk saat ini, kebutuhan akan garam impor memang tidak bisa dihindari, saat ini kebutuhan garam nasional sebesar 4,6 juta ton dan hasil produksi lokal belum dapat memenuhi kebutuhan industri dalam negeri," ujar Achmad kepada //Republika.co.id di Jakarta, Kamis (18/3).

Achmad menyampaikan keputusan impor garam membawa dampak positif dalam pemenuhan kebutuhan garam nasional untuk saat ini.

"Dengan adanya pengumuman akan impor garam untuk tahun ini, langsung memberikan dampak signifikan bagi PT Garam dan juga bagi petani garam yaitu pembatalan pesanan sebesar 20 ribu ton," ungkap Achmad.

Achmad mengatakan produksi garam lokal bukan tidak mampu memenuhi kebutuhan garam nasional dalam arti kualitas. Namun, kata Achmad, garam lokal belum mampu menampilkan produk garam yang konsisten  sesuai dengan kebutuhan sebagian industri.

Untuk saat ini, ucap Achmad, garam lokal milik PT Garam dan petani garam belum mampu secara konsisten memenuhi kebutuhan garam sebagian industri di dalam negeri seperti untuk industri Chlor Alkali Plant (CAP) untuk pembuatan kaca, pulp, paper, dan lainnya.

"Untuk industri yang sebenarnya bisa dipenuhi dengan garam lokal adalah industri aneka pangan dengan kebutuhan 500 ribu sampai 600 ribu ton, impor garam untuk pemenuhan aneka pangan ini yang mempunyai dampak besar bagi garam lokal," kata Achmad.

Menurut Achmad, persoalan impor garam tak lepas dari model produksi garam Indonesia yang masih menggunakan cara pertanian dan manual. Sementara garam impor dihasilkan melalui proses mekanisasi yaitu industrialisasi yang mana ladang garam besar menggunakan alat mekanis dengan masa panen lebih panjang dan kualitasnya lebih konsisten.

"PT Garam telah mengalokasikan 1.000 hektare untuk dikonversi menjadi ladang garam mekanisasi, hal ini dilakukan untuk melakukan transformasi pada hulu yang sebelumnya berbasis konvensional pertanian menjadi industri," lanjut Achmad.

Achmad optimistis transformasi melalui mekanisasi akan meningkatkan kualitas dan kuantitas garam yang dihasilkan. Selain itu, ucap Achmad, PT Garam juga melakukan kerja sama dengan petani garam melalui koperasi garam. Achmad menilai kerja sama tersebut juga untuk menekan HPP agar harga bisa bersaing dengan impor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement