Selasa 16 Mar 2021 20:30 WIB

Benci Produk Asing Tapi Mau Impor Beras, Petani Pun Gelisah

Rencana impor beras oleh pemerintah telah membuat harga gabah petani anjlok.

Seorang petani menyortir hasil panen padi saat senja di areal persawahan Desa Kawengen, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Senin (15/3/2021). Harga gabah di kalangan petani saat ini dilaporkan anjlok menyusul rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras. (ilustrasi)
Foto: Antara/Aji Styawan
Seorang petani menyortir hasil panen padi saat senja di areal persawahan Desa Kawengen, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Senin (15/3/2021). Harga gabah di kalangan petani saat ini dilaporkan anjlok menyusul rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bowo Pribadi, Deddy Darmawan Nasution, Iit Septyaningsih

Belum genap sebulan berlalu sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkampanyekan benci produk asing, sejumlah petani di wilayah Jawa Tengah (Jateng) saat ini sedang gelisah atas rencana pemerintah mengimpor beras. Saat impor beras baru sebatas rencana saja, harga gabah di tingkat petani terpengaruh dan anjlok.

Baca Juga

Persoalan terkait dampak rencana impor beras ini terungkap berdasarkan temuan Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah, Yudi Indras Wiendarto, dari sejumlah daerah di Jawa Tengah. Menurutnya, sejumlah kelompok tani di Jawa Tengah mengaku mulai gelisah dan mereka mengeluhkan harga gabah yang sudah mulai anjlok, saat masa panen raya baru dimulai.

"Baru sebatas rencana saja, para petani sudah merugi, apalagi jika beras impor yang dimaksud sudah tiba dan masuk ke Indonesia," ungkapnya, dalam keterangan pers di Semarang, jawa Tengah, Selasa (16/3).

Kondisi tersebut, kata Yudi, jelas akan memberatkan para petani dalam menjual gabah hasil panen mereka. Tak hanya itu, para petani juga mulai melihat ‘kerugian’ sudah ada di depan mata, karena harga jual hasil panen tak sebanding dengan biaya produksi yang mereka keluarkan.

Sebagai contoh, masih jelas Yudi, jika harga jual gabah hasil panen sebelumnya berada di atas Rp 4.000 atau hampir menyentuh harga Rp 5.000 per kilogram, saat ini harga gabah di tingkat petani berada di bawah Rp 4.000 per kilogram.

"Maka, jika di rata- rata penurunan harga gabah di tingkat petani yang terjadi saat ini berkisar Rp 500 – Rp 1.000 per kilogram," tegas legislator Fraksi Partai Gerindra di DPRD Jawa Tengah tersebut.

Oleh karena itu, lanjutnya, kebijakan impor beras yang dilakukan di tengah-tengah masa panen raya tersebut, jelas tidak tepat dan akan sangat merugikan para petani yang ada di negeri sendiri. Pemerintah Pusat diminta berhitung soal dampak tersebut.

Jangan sampai para petani nantinya kapok untuk menanam padi. Bahkan jika hal itu sampai terjadi, nantinya Pemerintah juga akan merugi.

Lho, Pemerintah juga kan yang menginginkan negeri ini swasembada beras, lalu pertanyaannya bagaimana kalau kemudian nasib para petaninya menjadi seperti itu,” tegas Yudi.

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah memberikan solusi atas anjloknya harga gabah di kalangan petani. Gabah-gabah petani tersebut mestinya tetap bisa terserap oleh Bulog, dengan harga jual standar dan tidak boleh mengikuti mekanisme pasar.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Joko Widodo (@jokowi)

 

 

 

Yudi menyoal apa yang menjadi alasan Pemerintah dalam merencanakan impor beras tersebut. Apalagi Perum Bulog memperkirakan, cadangan beras pemerintah (CBP) nasional akan menyentuh satu juta ton pada akhir April 2021.

Sementara, Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi tahun ini produksi beras nasional berpotensi naik tinggi, hingga sebesar 4,86 persen. Karena sebagian masa panen raya berlangsung di awal tahun.

Pun demikian jika berbicara khusus untuk Jawa Tengah, cadangan berasnya juga masih aman dan jika dikaitkan dengan pada musim panen raya ini, maka produksi beras di kaupaten Semarang dipastikan surplus.

Semetara berdasarkan perhitungan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi Jawa Tengah bakal ada surplus hingga di angka 1 juta ton. “Maka bagaimana dan  apa yang menjadi dasar bagi Pemerintah merencanakan kebijakan impor beras tersebut,” kata Yudi.

Di Jakarta, Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso mengungkapkan, isu pembukaan keran impor beras sebanyak 1 juta ton mulai memberikan tekanan terhadap harga gabah petani. Pasalnya, rencana tersebut diketahui publik disaat masa-masa panen raya padi pertama tahun ini.

"Ada benturan antara produksi dalam negeri dan impor. Ini baru diumumkan harga di petani drop," kata Buwas, sapaan akrabnya, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Badan Legislasi DPR, Selasa (16/3).

Budi mengatakan, tak hanya menekan petani, importasi beras bisa menjadi beban baru bagi Bulog. Pasalnya, sisa beras eks impor tahun 2018 hingga kini masih tersisa 275 ribu ton. Penyaluran beras oleh Bulog menjadi tak lancar lantaran kini tidak lagi menjadi penyalur tunggal bantuan beras yang pangsa pasarnya mencapai 2,6 juta ton per tahun.

Menurutnya, jika impor beras ditambah tak akan menyelesaikan masalah bagi Bulog. Sebab, sebagian atau 500 ribu ton beras yang direncanakan diimpor adalah untuk cadangan beras pemerintah (CBP). Penyaluran CBP harus seizin pemerintah sementara biaya penyimpanan ditanggung oleh Bulog.

Dengan kata lain, jika penyaluran beras tersendat, ruang bagi Bulog untuk menyerap gabah juga ikut terbatas. Itu bisa berimbas pada kemampuan Bulog untuk membantu petani dalam melakukan stabilisasi harga, terutama ketika harga gabah tengah jatuh.

Budi mengatakan, pihaknya telah menjelaskan persoalan yang dihadapi oleh Bulog kepada pemerintah. Pembahasan pernah mengarah agar ada penanganan lebih lanjut mengenai sisa beras impor itu. Di mana, akan ditangani oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk dibuat tepung.

"Tapi sampai sekarang belum bisa dilaksanakan. Ini beban Bulog. Sekarang stok cukup dan jika ditambah impor ini tidak akan selesaikan masalah," ujarnya.

Budi pun mengungkap, kebijakan rencana impor beras sebanyak 1 juta ton rupanya tidak diputuskan dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) level Kementerian Koordinator Perekonomian seperti biasanya. Budi mengatakan, Rakortas terakhir yang digelar antar kementerian lembaga hanya membahas berbagai kemungkinan cuaca dan prediksi kelangkaan pasokan pangan.

"Saat rakortas itu tidak ada diputuskan untuk impor. Hanya kebijakan dari Pak Menko Perekonomian dan Menteri Perdagangan pada akhir kita dikasih penugasan tiba-tiba untuk laksanakan impor," kata Budi dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Badan Legislasi DPR, Selasa (16/3).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement