Selasa 16 Mar 2021 14:50 WIB

Qatar Dituding Gagal Tekan Kekerasan Taliban di Afghanistan

Pembicaraan damai antara pemerintah Afghanistan dan Taliban digelar di Qatar

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Dalam foto 12 September 2020 ini, delegasi Taliban datang untuk menghadiri sesi pembukaan pembicaraan damai antara pemerintah Afghanistan dan Taliban di Doha, Qatar. Pada 31 Januari 2021, Rasul Talib, anggota tim negosiasi perdamaian pemerintah Afghanistan memperingatkan Taliban bahwa jika mereka tidak segera melanjutkan pembicaraan damai di Qatar, pemerintah dapat memanggil kembali tim tersebut sebelum kesepakatan tercapai. Talib mengatakan dalam konferensi pers bahwa tim sedang menunggu kembalinya kepemimpinan Taliban ke Doha, Qatar, tempat putaran kedua pembicaraan damai dimulai bulan ini tetapi hanya mengalami sedikit kemajuan.
Foto: AP/Hussein Sayed
Dalam foto 12 September 2020 ini, delegasi Taliban datang untuk menghadiri sesi pembukaan pembicaraan damai antara pemerintah Afghanistan dan Taliban di Doha, Qatar. Pada 31 Januari 2021, Rasul Talib, anggota tim negosiasi perdamaian pemerintah Afghanistan memperingatkan Taliban bahwa jika mereka tidak segera melanjutkan pembicaraan damai di Qatar, pemerintah dapat memanggil kembali tim tersebut sebelum kesepakatan tercapai. Talib mengatakan dalam konferensi pers bahwa tim sedang menunggu kembalinya kepemimpinan Taliban ke Doha, Qatar, tempat putaran kedua pembicaraan damai dimulai bulan ini tetapi hanya mengalami sedikit kemajuan.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Duta Besar (Dubes) Afghanistan untuk Uni Emirat Arab (UEA) Javid Ahmad menuding Qatar tidak cukup menekan Taliban untuk mengurangi tingkat kekerasan di Afghanistan. Menurutnya, gerakan Taliban yang membuka kantor di Qatar pada 2013, berada di jalur yang sangat puas, tanpa bekerja lebih untuk perdamaian.

"Kami ingin Taliban keluar dari zona nyaman itu," jelasnya seperti dilansir laman Middle East Monitor, Selasa (16/3). Ahmad menilai, Qatar padahal sangat bisa menggunakan peran sebagai tuan rumah untuk lebih aktif dan menentukan dalam mendorong Taliban mengurangi kekerasan atau mengumumkan gencatan senjata.

Baca Juga

"Mereka tidak menggunakan status mereka sebagai tuan rumah," kata dia. Ahmad mengatakan, pembicaraan damai Afghanistan yang terhenti harus kembali dirotasi di antara beberapa negara.

Pembicaraan antara pemerintah Afghanistan dan Taliban telah diadakan di Doha sejak tahun lalu. Itu dilakukan setelah AS setuju untuk menarik pasukannya dari Afghanistan. Namun, kekerasan kian meningkat dan pemerintah menuduh militaan gagal memenuhi kewajiban mereka untuk mengurangi serangan.

Dubes Ahmad mengatakan kepada Reuters bahwa pembicaraan damai tidak boleh diadakan di satu tempat. Namun, harus dilakukan secara bergantian di Eropa, Asia, Timur Tengah atau Afghanistan.

Kantor penghubung pemerintah Qatar mengatakan, bahwa Doha berkomitmen untuk membantu Afghanistan dengan mengadakan pembicaraan. Pemerintah Qatar juga ingin memastikan penurunan tingkat kekerasan, yang akan mengarah pada perdamaian dan keamanan di negara itu. Pihak berwenang di Negara Teluk menambahkan bahwa negosiasi yang sedang berlangsung antara perwakilan pemerintah Afghanistan dan Taliban menunjukkan bahwa pembicaraan damai membuahkan hasil.

Sementara itu, Rusia akan mengadakan konferensi untuk membahas masalah Afghanistan pada pekan ini, sedangkan Turki akan mengadakan pembicaraan bulan depan. AS tengah bekerja untuk merevitalisasi proses tersebut dengan mengusulkan pembentukan pemerintahan sementara Afghanistan.

Ahmad mengatakan, bahwa pemerintahan inklusif di Afghanistan memiliki kapasitas untuk menahan Taliban dan mantan gerilyawan, meski dengan mengadakan pemilihan adalah satu-satunya cara untuk mencapai transfer kekuasaan. Mantan pemerintahan presiden AS Donald Trump menandatangani kesepakatan dengan Taliban untuk menarik pasukan pada Februari 2020. Berdasarkan kesepakatan itu, semua pasukan internasional diharapkan mundur dari Afghanistan pada 1 Mei tahun ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement