Ahad 14 Mar 2021 07:45 WIB

Saran untuk Orang Tua yang Memiliki Anak dengan Hipospadia

Hipospadia sendiri merupakan kelainan bawaan lahir.

Rep: Puti Almas/ Red: Muhammad Hafil
Saran untuk Orang Tua yang Memiliki Anak dengan Hipospadia. Foto ilustrasi: Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa (tengah) memperkenalkan Serda Aprilia Manganang via videotron di Markas Besar TNI Angkatan Darat (Mabes AD), Jakarta, Selasa (9/3/2021). Aprilia Manganang diperlkenalkan kembali dengan jenis kelamin laki-laki usai melakukan corrective surgery oleh tim dokter TNI AD.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Saran untuk Orang Tua yang Memiliki Anak dengan Hipospadia. Foto ilustrasi: Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa (tengah) memperkenalkan Serda Aprilia Manganang via videotron di Markas Besar TNI Angkatan Darat (Mabes AD), Jakarta, Selasa (9/3/2021). Aprilia Manganang diperlkenalkan kembali dengan jenis kelamin laki-laki usai melakukan corrective surgery oleh tim dokter TNI AD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hipospadia menjadi penyakit yang ramai diperbincangkan dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini setelah adanya seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) sekaligus mantan atlet voli putri Aprilia Manganang yang mengalaminya dan dinyatakan sebagai seorang laki-laki setelah pemeriksaan medis secara menyeluruh yang dilakukan.

Hipospadia sendiri merupakan kelainan bawaan lahir, di mana seseorang yang mengalaminya memiliki kondisi lubang uretra yang tidak terletak di ujung penis (alat kelamin anak laki-laki). Diagnosa penyakit ini biasanya baru dapat dilakukan saat pasien lahir, dengan tiga kriteria utama yaitu, pertama muara ureter atau lubang kencing tidak berada di ujung penis, kedua penis bengkok dan ketiga ada kelebihan kulit penis bagian atas.

Baca Juga

Meski tergolong sebagai penyakit langka di Indonesia, dengan jumlah kurang dari 15.000 kasus per tahun, hipospadia cukup banyak terjadi di sejumlah negara di dunia. Seperti di Amerika, tercatat satu dari 250 kelahiran bayi laki-laki mengalami kondisi ini.

Lantas, bagaimana jika Anda menjadi orang tua dari seorang anak yang mengalami hipospadia seperti yang terjadi pada Aprilia? Psikolog anak, Ine Indriani mengatakan hal pertama yang pertama yang perlu dilakukan adalah penerimaan.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, hipospadia biasanya dapat terdeteksi sejak seorang anak dilahirkan. Ine mengatakan setiap orang tua yang menghadapi hal ini pada awalnya tentu berada dalam kondisi sulit, marah, hingga mulai mencari penyebab yang melatarbelakangi penyakit terjadi, bahkan tak jarang pada akhirnya menyalahkan diri sendiri.

“Intinya yang bisa dilakukan orang tua yang memiliki anak dengan kondisi ini adalah mencoba tenang, tetap calm down, meski ini tidak mudah,” ujar Ine kepada Republika.

Dari sana, orang tua bisa mulai mencari tahu lebih dalam mengenai hipospadia. Konsultasikan kepada dokter, seperti apakah penyakit ini bisa disembuhkan, hingga jika bisa, apa prosedur yang bisa dilakukan, seperti operasi. Kedua, Ine mengatakan agar mencari support system, baik itu dukungan dari profesional maupun secara informal.

“Support system secara profesional adalah seluruh profesi yang terkait, seperti dokter, dokter anak, atau jika dibutuhkan psikologi bagi orang tua selama menghadapi situasi ini,” jelas Ine.

Secara informal, dukungan dibutuhkan dari seluruh keluarga, maupun kerabat dekat orang tua anak yang mengalami hipospadia. Dengan dukungan-dukungan tersebut, Ine mengatakan tentunya pikiran jernih dan solusi terbaik mungkin bisa didapatkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement