Rabu 10 Mar 2021 11:28 WIB

KLHK Formulasikan Aturan Pengelolaan Perhutanan Sosial

Aturan perhutanan sosial terkait hutan produksi dan lindung di bawah Perhutani

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam pertemuan terkait  pengaturan pengelolaan Perhutanan Sosial khususnya untuk Pulau Jawa
Foto: KLHK
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam pertemuan terkait pengaturan pengelolaan Perhutanan Sosial khususnya untuk Pulau Jawa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak diundangkannya PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, upaya intensif telah dilakukan KLHK untuk memformulasikan pengaturan pengelolaan Perhutanan Sosial khususnya untuk Pulau Jawa melalui pertemuan dengan akademisi, praktisi, dan pakar bidang organisasi masyarakat serta media di Jakarta (8/3). 

Penyusunan Peraturan terkait dengan wilayah kawasan hutan produksi dan lindung di Pulau Jawa yang akan tetap dikelola Perum Perhutani seluas kurang lebih 1,4 juta hektar dan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus untuk Perhutanan Sosial, Penataan Kawasan Hutan dalam rangka Pengukuhan Kawasan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan, Rehabilitasi Hutan, Perlindungan Hutan, atau Pemanfaatan Jasa Lingkungan, kurang lebih seluas 1 juta hektar.

“Pengaturan ini sangat penting untuk menyehatkan Perum Perhutani agar dapat fokus mengembangkan bisnisnya melalui multi usaha dan pelaksanaan reforma agraria Perhutanan Sosial mampu memberikan kemanfaatan untuk kesejahteraan masyarakat” ujar Siti Nurbaya, dalam pertemuan tersebut.

Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM yang juga sekaligus sebagai Penasihat Senior Menteri LHK, San Afri Awang, mengungkapkan pada wilayah Perum Perhutani terdapat zona tenurial 93.073 hektar dan zona adaptif yang tidak produktif dan terdapat konflik sosial seluas 255.290 hektar serta terdapat hutan lindung dalam tekanan sosial tinggi seluas 169.939 hektar. Sementara itu kinerja 5.600 LMDH sebagai mitra Perum Perhutani di Pulau Jawa kurang lebih hanya 4 persen yang sehat. 

Tentang LMDH, Ketua Asosiasi LMDH M. Adib yang juga pendiri Sekolah Kader Pelestarian Sumber Daya Hutan di Purwokerto, menjelaskan LMDH adalah perkumpulan masyarakat di sekitar kawasan hutan yang mempunyai badan hukum selalu diasosiasikan dengan Perum Perhutani, sehingga insentif dari Pemerintah berupa bibit, pupuk, dan sarana pertanian lainnya tidak dapat disalurkan oleh Pemerintah.

Sebab, insentif ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas agroforestry. Pengaturan yang dapat menghilangkan dikotomi LMDH dan KTH akan menguntungkan bagi kelompok masyarakat petani hutan. “Apapun namanya, yang penting kegiatan kelompok tani mendapatkan manfaat, misalnya dinamakan Kelompok Perhutanan Sosial dengan unit bisnisnya KUPS”, ucap M. Adib. 

Rancangan Peraturan Menteri LHK sebagai amanat PP No. 23 tahun 2021 direncanakan selesai pada awal bulan April 2021, sehingga akan dilakukan proses-proses pembahasan dengan pakar, publik dan masyarakat umum. Ruang ini sangat penting untuk memastikan aspirasi para pihak dan masyarakat dapat tertampung sehingga peraturan ini dapat diimplementasikan dengan baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement