Senin 08 Mar 2021 16:03 WIB

Pengamat Sebut Asuransi Pertanian Masih Banyak Permasalahan

Masih ada sejumlah hal yang menjadi perhatian, terutama terkait pembayaran premi.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Friska Yolandha
Petani memanen padi yang terendam banjir di persawahan. Ekonom Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Surya Vandiantara menyayangkan masih banyaknya masyarakat Indonesia yang bekerja di sektor pertanian, namun enggan mengikuti asuransi pertanian dan peternakan. Padahal asuransi ini dapat meng-cover kerugian petani. Ia menjelaskan, fungsi asuransi pertanian hadir adalah untuk memitigasi risiko atau menyelamatkan petani ketika terjadinya gagal panen.
Foto: ANTARA/Yusuf Nugroho
Petani memanen padi yang terendam banjir di persawahan. Ekonom Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Surya Vandiantara menyayangkan masih banyaknya masyarakat Indonesia yang bekerja di sektor pertanian, namun enggan mengikuti asuransi pertanian dan peternakan. Padahal asuransi ini dapat meng-cover kerugian petani. Ia menjelaskan, fungsi asuransi pertanian hadir adalah untuk memitigasi risiko atau menyelamatkan petani ketika terjadinya gagal panen.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ekonom Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Surya Vandiantara menyayangkan masih banyaknya masyarakat Indonesia yang bekerja di sektor pertanian, namun enggan mengikuti asuransi pertanian dan peternakan. Padahal asuransi ini dapat meng-cover kerugian petani. Ia menjelaskan, fungsi asuransi pertanian hadir adalah untuk memitigasi risiko atau menyelamatkan petani ketika terjadinya gagal panen. 

"Ketika terjadi gagal panen di periode pertama, dan modalnya habis, pupuknya, bibitnya habis, yang sudah digunakan dan ternyata gagal, harapannya dengan adanya asuransi, maka di periode selanjutnya petani masih bisa berproduksi," kata Surya di Surabaya, Senin (8/3).

Surya mengatakan, dalam menerapkan asuransi pertanian, khususnya di Indonesia masih perlu banyak perhatian. Menurutnya ada beberapa persoalan yang harus diperhatikan. Pertama, terkait dengan premi asuransi, siapa yang akan membayar premi tersebut. Karena berhubungan dengan siapa yang berhak menerima manfaat atau klaim dari asuransi pertanian. 

"Budaya di Indonesia terbagi dalam dua kategori yang pertama buruh tani, yang kedua adalah pemilik lahan, pertanyaannya kemudian yang harus membayar apakah si buruh tani itu harus membayar atau cukup si pemilik lahan saja yang membayar," kata dia. 

Kedua, lanjut Surya, seandainya cukup pemilik lahan saja yang membayarkan premi, maka pemilik lahan tersebut lah yang berhak atas klaim atau manfaat dari asuransi tersebut. Padahal, ketika terjadi kegagalan panen yang merasakan dampaknya tidak hanya si pemilik lahan, tapi juga buruh tani.

Ketiga, lanjut Surya, masalah sosialisasi yang berkaitan dengan tingkat kesadaran masyarakat terkait asuransi secara umum. Ia mengatakan, negara maju berbeda dengan negara berkembang. Di negara maju tingkat kesadaran berasuransi tinggi. Ia melanjutkan, Indonesia salah satu negara berkembang yang tentunya memiliki kesadaran asuransi yang tidak lebih tinggi dibandingkan negara maju.

"Apalagi mayoritas petani masyarakat perdesaan, bukan perkotaan. Nah ini perlu strategi khusus dalam hal ini Kementerian Pertanian untuk menyelesaikan persoalan tersebut," kata dia.

Permasalahan lain, lanjut Surya, adalah persoalan terkait dengan klaim asuransi. Dimana seringkali permasalahan dalam asuransi itu ketika nasabah dalam hal ini pemegang polis kesulitan dalam mengakses klaim.

"Nah jangan sampai di pertanian ini  juga mengalami permasalahan serupa jadi masyarakat perdesaan, ini tentu akan menjadi masalah," ujarnya.

Karena harus jujur, kata Surya,  Indonesia hari ini dalam usaha pertanian masih ada campur tangan tengkulak. Tengkulak ini yang terkadang memberikan pinjaman ke petani, dan itu manfaat dirasakan langsung oleh  para petani yang kecil-kecil. 

"Artinya ketika si tengkulak ini memberikan uangnya atau manfaatnya kepada para petani dengan mudahnya, maka klaim itu harus lebih mudah dibandingkan uang yang diberikan tengkulak kepada petani," kata Surya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement