Rabu 03 Mar 2021 09:49 WIB

Inggris Minta Pertemuan dengan DK PBB Bahas Myanmar

Pertemuan itu dijadwalkan untuk dilakukan secara tertutup.

Rep: Puti Almas/ Red: Esthi Maharani
Para pengunjuk rasa berkumpul selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 02 Maret 2021. Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) diperkirakan akan mengadakan pertemuan khusus tentang krisis politik Myanmar pada 02 Maret, di tengah pengamatan di negara antara pengunjuk rasa anti-kudeta dan pasukan keamanan.
Foto: EPA-EFE/LYNN BO BO
Para pengunjuk rasa berkumpul selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 02 Maret 2021. Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) diperkirakan akan mengadakan pertemuan khusus tentang krisis politik Myanmar pada 02 Maret, di tengah pengamatan di negara antara pengunjuk rasa anti-kudeta dan pasukan keamanan.

IHRAM.CO.ID, NEW YORK — Pemerintah Inggris telah meminta pertemuan dengan Dewan Keamanan PBB pada Jumat (5/3) untuk membahas masalah Myanmar. Pertemuan tersebut dianggap perlu dilakukan setelah situasi pascakudeta di negara tersebut yang terus mengkhawatikan.

Pertemuan itu dijadwalkan untuk dilakukan secara tertutup. Sebelumnya, Dewan Keamanan PBB telah menyuarakan keprihatinan yang mendalam atas kudeta dan menyerukan pembebasan terhadap semua tahanan yang ditangkap oleh militer.

Misi diplomatik Cina untuk PBB mengatakan ada kesepakatan umum diantara anggota dewan keamanan untuk segera melakukan pertemuan terkait Myanmar. Situasi di Myanmar pasca kudeta pada 1 Februari lalu diwarnai ketegangan, dengan banyaknya demonstran yang turun ke jalan menyuarakan protes dan menuntut penegakan demokrasi.

Aksi protes yang awalnya digelar secara damai mendapat respon keras dan berujung bentrokan. Pasukan keamanan Myanmar dilaporkan menembakkan peluru tajam dan gas air mata ke pengunjuk rasa pada demonstrasi yang digelar pada Selasa (2/3), menyebabkan sedikitnya tiga orang terluka parah.

 

Pasukan keamanan telah memberlakukan tindakan keras terhadap demonstran yang menentang militer. Dalam sebuah laporan PBB, secara keseluruhan sejak satu bulan kudeta dan aksi protes digelar di Myanmar, terdapat 18 pengunjuk rasa yang tewas.

Kudeta militer terjadi di Myanmar setelah ketegangan yang meningkat antara pemerintah sipil dan militer, akibat pemilihan umum yang hasilnya disengketakan. Negara yang juga dikenal sebagai Burma itu sebelumnya berada di bawah kepemimpinan militer hingga reformasi demokrasi dimulai pada 2011.

Setelah penangkapan para pemimpin pemerintahan sipil, termasuk diantaranya pemimpin de facto sekaligus penasihat negara Aung San Suu Kyi, militer Myanmar mengatakan akan menyerahkan kekuasaan kepada panglima tertinggi Min Aung Hlaing. Sengketa pemilihan dimulai setelah November 2020, di mana, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi memenangkan cukup kursi untuk membentuk pemerintahan.

Kemenangan ini dinilai oleh militer terjadi karena kecurangan, di mana Tatmadaw kemudian mengatakan akan mengambil tindakan atas hal ini. NLD telah menyerukan pembebasan segera para pemimpin pemerintahan sipil yang ditangkap oleh militer. Sejumlah negara telah mengecam kudeta militer yang terjadi Myanmar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement