Senin 01 Mar 2021 19:43 WIB

Brigjen Prasetijo Utomo Minta Hakim Kabulkan JC

JPU dinilai tak bisa membuktikan pelanggaran pidana yang dilakukan Brigjen Prasetijo.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo memberi hormat saat akan menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan duplik atau tanggapan atas replik jaksa Kejagung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (1/3/2021). Dalam dupliknya, tim pengacara meminta majelis hakim menyatakan terdakwa tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi serta mengabulkan Justice Collaborator (JC) yang diajukan Prasetijo Utomo dan meminta nama baiknya dipulihkan.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo memberi hormat saat akan menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan duplik atau tanggapan atas replik jaksa Kejagung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (1/3/2021). Dalam dupliknya, tim pengacara meminta majelis hakim menyatakan terdakwa tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi serta mengabulkan Justice Collaborator (JC) yang diajukan Prasetijo Utomo dan meminta nama baiknya dipulihkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kabiro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Polri Brigjen Prasetijo Utomo meminta, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta untuk mengabulkan pemohonan sebagai justice collaborator (JC) dalam perkara dugaan suap penghapusan red notice. Hal tersebut disampaikan terdakwa kasus suap penghapusan red notice untuk Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra itu dalam dupliknya yang disampaikan kuasa hukumnya. 

Menurut Rolas, jaksa penuntut umum (JPU) tak bisa membuktikan pelanggaran pidana yang dilakukan Brigjen Prasetijo dalam perkara tesebut. "Bahwa Brigjen Prasetijo telah mengajukan permohonan justice collaborator karena telah mengembalikan uang  200 ribu dollar AS. Oleh karenanya, kami meminta permohonan Justice Collaborator dapat dikabulkan majelis hakim," kata Rolas di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (1/3). 

Dalam dupliknya, Prasetijo juga meminta Majelis Hakim untuk menerima nota pembelaan serta duplik yang diajukannya. Dia juga meminta, majelis hakim untuk merehabilitasi nama baik harkat martabat terdakwa dan membebankan perkara biaya a quo kepada negara.

"Menerima permohonan terdakwa sebagai justice collaborator," tambah Rolas. 

Rolas menegaskan, Prasetijo tidak terbukti terlibat dalam kasus tersebut. Sebab, kata Rolas, tugas pokok dan fungsi terdakwa Brigjen Pol Prasetijo Utomo sebagai Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri sama sekali tidak ada kaitannya dengan kepengurusan interpol red notice yang ada dibawah kewenangan Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri.

Bahkan dirinya juga membantah semua dalil replik dan dakwaan jaksa penuntut umum.  "Terdakwa Brigjen pol Prasetijo Utomo tidak pernah terlibat sama sekali serta tidak memiliki peran aktif atas terbitnya surat-surat yang dikeluarkan oleh Divhubinter Polri terkait status interpol red notice Joko Soegiarto Tjandra," ujarnya.

Setelah mendengarkan duplik, majelis hakim akan mempertimbangkan semua fakta yang terungkap di persidangan dan memutuskan pada agenda sidang berikutnya pada Rabu (10/2). 

Prasetijo Utomo dituntut 2 tahun 6 bulan penjara denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum. Jaksa meyakini Prasetijo menerima suap dari terpidana perkara korupsi cessie Bank Bali Djoko Tjandra. 

Suap didapat Prasetijo melalui perantara pengusaha Tommy Sumardi guna membantu proses penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi. Prasetijo diduga menerima uang 150 ribu dollar AS sebagai imbalan lantaran sudah membantu mengurus status buron atau red notice Djoko Tjandra. 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement