Senin 01 Mar 2021 10:21 WIB

Buta Aksara Alquran Tinggi, Ini Kata MUI

Ada beberapa alasan mengapa angka buta aksara Alquran di Indonesia terbilang tinggi.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Esthi Maharani
Alquran
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara Indonesia, meski mayoritas penduduknya beragama Muslim, namun 65 persennya masih buta aksara Alquran. Hal ini sempat disinggung Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Komjen (Purn) Syafruddin.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Kiai Cholil Nafis, pun merasa sangat sedih. Di sisi lain, minat membaca Alquran utamanya tahfidz terus mengalami kenaikan.

"Minat membaca Alquran di Indonesia banyak, termasuk untuk menjadi tahfidz. Tetapi dengan total penduduk 272 juta, survei menunjukkan 65 persen tidak bisa baca Alquran," kata Kiai Cholil saat dihubungi Republika, Ahad (28/2).

Ia lantas menyebut ada beberapa alasan mengapa angka buta aksara Alquran di Indonesia terbilang tinggi. Salah satunya, promosi atau pemikiran ada pelajaran-pelajaran lain yang menjanjikan dan bisa membantu di masa depan.

Padahal, Kiai Cholil mengingatkan, hakikatnya iman seorang Muslim harus dikuatkan dari awal. Iman seorang Muslim itu identik dengan bisa membaca Alquran.

"Maka harus didorong, keinginan memprioritaskan pengetahuan atau kecakapan anak, dimulai dengan membaca Alquran. Lalu dilanjutkan dengan belajar bahasa lain, bahasa Indonesia. Atau, ini bisa dilakukan secara bersamaan," lanjutnya.

Untuk menyemarakkan gaung belajar Alquran, MUI disebut mendorong lembaga-lembaga di masyarakat seperti Taman Pendidikan Alquran (TPA), serta ormas keagamaan yang bergabung dengan MUI, untuk menerjunkan kadernya dan di kota dan daerah.

Tak hanya itu, MUI juga mendorong rumah singgah, agar memberikan anak-anak pendidikan baca Alquran secara gratis.

Kiai Cholil juga menyebut MUI memiliki program yang diberi nama BBQ atau Berantas Buta Alquran. Menurutnya, program ini harus disuarakan dan didengungkan ke seluruh negeri.

Program ini dijalankan dengan menggandeng sejumlah mitra. Dalam pelaksanaannya, pembelajarannya menggunakan sejumlah metode guna memudahkan umat Muslim belajar membaca Alquran, termasuk bagi orang tua.

"Dalam pelaksanaannya, ini bisa dilakukan secara kolektif. Satu kelompok bisa diikuti 20 orang. Namun, ini memang tidak bisa dilakukan massif. Salah satunya karena keterbatasan sumber daya," ujar Kiai Cholil.

Ia pun menyebut, akan sangat baik bila program ini bisa didorong menjadi program pemerintah daerah. Kepala daerah yang peduli atas Alquran, bisa mewajibkan masyarakatnya yang Muslim untuk ikut program tersebut.

"Ini adalah salah satu hak dasar masyarakat untuk mendapat pendidikan. Sebelum kita belajar yang lain, belajar bahasa apapun, bagi Muslim posisinya kita harus bisa baca Alquran dulu," kata dia.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement