Sabtu 27 Feb 2021 14:32 WIB

Menolak Miras, Sang Pembunuh di Papua

(Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 dinilai secara tak langsung membunuh orang Papua.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Fitriyan Zamzami
Prajurit TNI Satgas Yonif MR 411/Pandawa Kostrad, berhasil mengamankan 2.040 botol miras illegal di perbatasan Republik Indonesia – Papua Nugini (RI-PNG), tepatnya di depan Pos Samleber, Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Papua, Jumat malam (30/8/2019).
Foto: dok. Puspen TNI
Prajurit TNI Satgas Yonif MR 411/Pandawa Kostrad, berhasil mengamankan 2.040 botol miras illegal di perbatasan Republik Indonesia – Papua Nugini (RI-PNG), tepatnya di depan Pos Samleber, Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Papua, Jumat malam (30/8/2019).

Oleh: Fuji Eka Permana, Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Pada 2017 silam, Gubernur Papua Lukas Enembe mengeluarkan pernyataan. Menurut dia, sebanyak 22 persen kematian di Tanah Papua disebabkan konsumsi minuman keras (miras). Hal itu membuat miras jadi salah satu penyebab terkikisnya populasi penduduk asli Papua selain penyakit-penyakit di daerah tersebut.

Laporan Polda Papua mengiyakan asumsi tersebut. Data yang dilansir pada 2019 menyimpulkan bahwa 1.485 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 277 warga meninggal sebagian besar terjadi didahului konsumsi miras.

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BPPA) Papua juga melansir bahwa minuman keras menjadi pemicu utama kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di berbagai daerah di Papua.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilansir Kementerian Kesehatan menunjukkan rerata konsumsi alkohol di Papua memang paling tinggi se-Indonesia. Angkanya 9,9 poin per bulan dibandingkan rerata nasional yakni 5,4 poin per bulan.

photo
Prajurit TNI Satgas Yonif MR 411/Pandawa Kostrad, berhasil mengamankan 2.040 botol miras illegal di perbatasan Republik Indonesia – Papua Nugini (RI-PNG), tepatnya di depan Pos Samleber, Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Papua, Jumat malam (30/8/2019). - (dok. Penkostrad)
 

Pemprov Papua sampai harus mengeluarkan peraturan daerah otononi khusus pada 2013 untuk menanggulangi miras. Meski regulasi tersebut digugat di pengadilan, Pemprov Papua terus melakukan penertiban merujuk perda tersebut.

Gubernur Papua juga sempat mengancam akan membakar toko-toko yang masih berjualan miras. “Makanya saya harap mulai hari ini para penjual ini dikasih tahu. Sebab kita ingin selamatkan orang Papua yang sudah banyak mati karena barang haram ini,” ujar dia beberapa waktu lalu.

Tak heran, saat pemerintah pusat menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal menetapkan Papua sebagai salah satu wilayah tempat miras alias minuman beralkohol boleh diproduksi secara terbuka banyak yang terkejut. 

"Saya cukup terkejut sebetulnya mendengar atau membaca Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, salah satu poinnya adalah menetapkan Papua sebagai salah satu wilayah tempat minuman keras atau minuman beralkohol boleh diproduksi secara terbuka," kata ulama Papua Ustaz Ahmad Nausrau kepada Republika.co.id, Jumat (26/2).

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua Barat itu mengatakan, kebijakan ini sangat menyedihkan bagi masyarakat Papua. Ia mengungkapkan, selama ini masyarakat, tokoh agama, pemerintah daerah dan tokoh adat bersama dengan semua stakeholder di daerah sedang berjibaku untuk melawan miras.

photo
Sejumlah ibu rumah tangga di kawasan Perbatasan RI-PNG yang tergabung dalam Gerakan Perempuan Anti Miras dan Narkoba didampingi Kepala Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Papua Anike Rawar (tengah) memberi isyarat menolak Miras dan Narkoba di Papua, Kamis (3/12). ANTARA FOTO/Indrayadi TH/nz/15.. - (ANTARA FOTO)
 

Mereka bahkan sedang berjuang untuk membebaskan generasi muda dari pengaruh alkohol yang sangat merusak generasi muda Papua. "(Miras) bahkan tidak hanya merusak generasi muda tapi hampir semua kelompok usia, itu miras selalu menjadi masalah," ujarnya.

"MUI Papua Barat secara tegas menolak (investasi untuk produksi miras di Papua), tentu dari sudut pandang Islam, miras itu haram hukumnya untuk dikosnsumsi, mau sedikit atau banyak mau golonga A, B, C semua yang memabukan itu haram," jelas Ustaz Ahmad.

Ia mengatakan, seharusnya pemerintah kalau membuka keran investasi yang tidak bertentangan dengan norma-norma agama, etika, moral, dan nilai-nilai adat orang Papua. Dengan menetapkan Papua sebagai daerah yang boleh memproduksi miras, ini sama dengan membunuh orang Papua secara tidak langsung.

"MUI Papua Barat secara tegas menolak ini, saya sebagai orang asli Papua jelas melihat Perpres ini membunuh generasi muda Papua dengan miras, MUI meminta ini (Perpres) harus ditinjau kembali, Perpres ini sangat membahayakan," ujarnya. 

photo
Tangkapan halaman Lampiran III Perpres Nomor 10/2021 - (https://jdih.setkab.go.id/)

Ustaz Ahmad mengatakan, Papua adalah daerah paling kaya dibanding provinsi lain di Indonesia. Papua punya tambang emas, minyak bumi, hutan yang kaya, laut yang kaya dengan ikan dan mutiara. Kalau mau datangkan investor di bidang yang bisa membuka ruang untuk orang Papua ikut bekerja dan meningkatkan taraf hidup. Kalau investasi miras ini lebih banyak mudharatnya dari manfaatnya.  "Kenapa tidak sektor itu yang kemudian bisa memberi ruang dan membuka lapangan pekerjaan bagi orang Papua," jelasnya.

Belum lama ini pemerintah telah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI). Sebelumnya, industri minuman beralkohol merupakan bidang insdustri tertutup.  Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah diteken Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.

Dalam Lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 pada angka 31, 32, dan 33 ditetapkan bahwa bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat. 

Ustaz Fadlan Garamatan, ulama lainnya dari Papua berpandangan serupa. "Itu sama dengan Presiden Jokowi menghina orang Papua, seakan akan orang Papua bersimbol minuman keras," kata Ustaz Fadlan kepada Republika.co.id.

Ustaz Fadlan mengatakan, Perpres Nomor 10 Tahun 2021 secara tidak langsung membunuh orang Papua. Miras bisa membunuh karakter dan masa depan orang Papua. Ia mengungkapkan, sudah cukup potensi alam di Papua diambil. Jangan sekarang tambah dibuat terpuruk dengan hadiah minuman keras.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement