Sabtu 27 Feb 2021 09:01 WIB

Polisi Virtual Diharapkan tak Kekang Aspirasi Masyarakat

Dosen UGM minta polisi virtual netral dan tak memihak kelompok besar dan pemerintah.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Erik Purnama Putra
Akun Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri.
Foto: Ist
Akun Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Mabes Polri mulai menerapkan polisi virtual yang mengawasi konten dunia maya, termasuk di media sosial (medsos). Pakar literasi digital Unversitas Gadjah Mada (UGM), Novi Kurnia menilai, polisi virtual menjadi usaha Polri memoderasi konten negatif, terutama yang mengarah ke pelanggaran pidana.

Dia melihat, moderasi konten ke pengguna media sosial langkah baik. Namun, pelaksanaan polisi virtual harus memperhatikan aspek-aspek mulai posisi, proses, transparansi, perlindungan data diri, hak pengguna digital sampai kolaborasi moderasi konten.

"Virtual police sebagai sebuah aksi memoderasi ini bagus. Namun, ada catatan-catatan yang harus dipertimbangkan seperti posisi untuk menjaga netralitas, objektivitas, dan keadilan, jangan terus interventif," kata dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM tersebut, Jumat (26/2).

Novi mengaku belum mengetahui secara detail cara kerja polisi virtual dalam menjalankan pengawasan konten di dunia maya. Meski begitu, ia berharap, aparat mampu netral dan berpihak kepentingan umum bukan industri, kelompok besar maupun pemerintah.

Pun dengan proses pelacakan konten perlu disesuaikan dengan platform masing-masing medsos. Penentuan sampel juga perlu diperhatikan apakah dengan sistem sampling atau sensus, begitu pula dalam pelacakan akan dilakukan parsial atau kepada semua konten.

Terkait transparansi, Novi berpendapat, Polri harus melakukan sosialisasi dan mengedukasi pengguna media sosial tentang konten seperti apa yang dianggap negatif atau mengarah tindak pidana. Mereka harus diberikan pemahaman konten apa yang disebut negatif.

Kemudian, perlindungan data diri pengguna media sosial jadi poin penting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pengawasan polisi virtual. Di antaranya, data apa saja yang bisa dibuka, jaminan perlindungan dan mitigasi kebocoran data pribadi.

Novin meminta Polri memperhatikan hak digital pengguna medsos menyuarakan aspirasi. Koordinator Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) tersebut  berharap, polisi virtual tidak mengekang masyarakat menyampaikan pendapatnya di media sosial.

Novi juga mengingatkan soal kolaborasi dalam melakukan moderasi konten di medsos. Menurut Novi, kolaborasi menjadi penting dilakukan Polri menggandeng pakar terkait. "Semua pihak seperti lembaga pendidikan, masyarakat sipil dan pegiat literasi digital perlu berkolaborasi dalam peningkatan kompetensi literasi digital masyarakat," ujar Novi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement