Selasa 23 Feb 2021 20:49 WIB

Forum SATHU Respon Pendapat Pengacara Korban First Travel

Posisi pemerintah dalam penyelenggaraan umrah hanya sebagai regulator bukan operator.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Fakhruddin
Forum SATHU Respon Pendapat Pengacara Korban First Travel. Persatuan Jamaah Korban First Travel (Pajak FT) menggalang dana berangkatkan umrah korban First Travel Lansia dan Dhuafa.
Foto: Republika/Ali Yusuf
Forum SATHU Respon Pendapat Pengacara Korban First Travel. Persatuan Jamaah Korban First Travel (Pajak FT) menggalang dana berangkatkan umrah korban First Travel Lansia dan Dhuafa.

IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Haji dan Umrah (Forum SATHU) Muharom Ahmad mengaku tak setuju dengan pendapat kuasa hukum jamaah korban First Travel Lutfi Yazid yang mengatakan demi konstitusi pemerintah dapat berangkatkan jamaah yang gagal berangkat umrah karena ditipu penyelenggara umrah. Pendapat itu disampaikan Lutfi Yazid dalam disertasinya dengan judul "Tanggungjawab Konstitusional Negara Dalam Melindungi Hak Keagamaan Warga Negara".

"Saya tidak setuju jika pemerintah pada akhirnya yang harus memberangkatkan jamaah yang gagal berangkat," kata Muharom saat diminta pendapatnya, kemarin.

Alasannya, kata Muharom karena posisi pemerintah dalam penyelenggaraan umrah hanya sebagai regulator bukan operator sebagaimana dalam penyelenggaraan haji. Sehingga tidak ada kewenangannya Pemerintah melalui Kemenag berangkatkan umrah. 

"Kontrak jamaah dengan PPIU tidak melibatkan pemerintah, kecuali jika dalam transaksi antara jamaah-PPIU pemerintah turut serta sebagai penyelenggara," katanya.

Seperti diketahui pendapat Luthfi Yazid itu disampaikan dalam disertasinya berjudul 'Tanggungjawab Konstitusional Negara Dalam Melindungi Hak Keagamaan Warga Negara' yang dipertahankan dalam sidang terbuka senat Universitas Mataram pada Sabtu (20/2).

Pendapat Luthfi itu berdasarkan Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 jelas disebutkan, 'negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu'. Pasal 28 E menyebutkan, 'setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya'.

Dia menjelaskan, konstitusi adalah sebuah perjanjian luhur atau nobel agreement antara rakyat dengan negara. "Rakyat memberikan kuasa kepada negara agar hak-haknya dilindungi, inilah yang disebut dengan mandat konstitusi," kata Luthfi melalui pesan tertulis kepada Republika.co.id, Ahad (21/2). 

Menurutnya, ketika ada hak warga negara di dalam konstitusi, maka di sana ada kewajiban konstitusional negara. Ini kedudukannya simentris. Hak keagaamaan sebagaimana diatur dalam Pasal 28 E dan Pasal 29 UUD 1945 merupakan sebuah hak paling mendasar dari warga negara. 

Hal ini karena sebagai hak fundamental atau non-derogable rights maka tidak dapat dikesampingkan sama sekali. Salah satu hak keagamaan bagi umat Islam, menurut Luthfi adalah menjalankan haji dan umroh.

Indonesia baru memiliki UU Haji dan Umroh  zaman Presiden BJ Habibie. Jadi BJ Habibie sangat berjasa dalam memikirkan pelaksanaan haji dan umroh  dengan diundangkannya UU Nomor 17 Tahun 1999 tentang Haji dan Umroh. Sebelum itu yang digunakan adalah aturan kolonial yaitu Staatblad Nomor 689 Tahun 1922.  

Luthfi menjelaskan, sekarang negara tidak memproteksi hak-hak jamaah umroh yang gagal berangkat yang jumlahnya mencapai ratusan ribu orang. Seperti 63.310 orang calon jamaah umroh  PT First Anugerah Karya Wisata atau PT First Travel (FT) yang gagal berangkat. Kemudian ada 86.720 orang calon jamaah umroh PT Amanah Bersama Umat atau PT Abu Tours (AT) yang gagal berangkat. 

"Segala upaya hukum, baik pidana, perdata maupun kepailitan semuanya buntu, tidak membuahkan hasil. Jamaah tetap tidak berangkat, uangnya tetap tidak kembali," kata Lutfi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement