Kamis 18 Feb 2021 19:48 WIB

Aktivitas Literasi Jabar Layak Jadi Percontohan Nasional

Literasi di Indonesia hingga saat ini masih rendah bila dibandingkan negara lain.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Gita Amanda
Online talkshow dengan tema Mendorong Literasi Kala Pandemi yang digelar secara online atas kerja sama Republika dengan Satgas Covid-19 dan Dispusinda Jabar, Kamis (18/2).
Foto: republika
Online talkshow dengan tema Mendorong Literasi Kala Pandemi yang digelar secara online atas kerja sama Republika dengan Satgas Covid-19 dan Dispusinda Jabar, Kamis (18/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Literasi di Indonesia hingga saat ini masih rendah bila dibandingkan negara lain. Dari 62 negara yang disurvei literasinya, Indonesia berada di posisi ke 60.

"Kita urutan kedua dibelakang untuk literasi. Ada beberapa patokan yang membuat indeks literasi kita rendah," ujar Ketum IKAPI Pusat, Arys Hilman di acara online talkshow dengan tema Mendorong Literasi Kala Pandemi yang digelar secara online atas kerja sama Republika dengan Satgas Covid-19 dan Dispusinda Jabar, Kamis (18/2).

Arys menjelaskan, literasi Indonesia rendah di antaranya dilihat dari oplah koran, jumlah perpustakaan umum, jumlah buku yang ada diperpustakan dan lainnya. "Salah satu yang menyebabkan literasi rendah, minat baca di kita sangat kurang. Maka sulit mengharapkan bangsa cerdas literasi," katanya.

Arys menilai, Jabar punya aktivitas literasi yang kuat. Karena, berbagai program dibuat untuk meningkatkan literasi masyarakatnya. "Jabar ini harus jadi contoh nasional. Saya harap, perpustakan di Jabar juga membeli buku yang bermutu dan di sukai masyarakat bukan hanya buku yang murah," katanya.

Menurut Arys, dampak pandemi Covid-19 di Indonesia terhadap literasi berbeda dengan negara lain. Di negara lain, masyarakat memborong buku untuk bekal selama di rumah saja. "Kalau di Indonesia yang naik itu internet. Itu juga untuk nonton," katanya.

Pandemi Covid-19 ini, kata dia, bukan hanya menyebabkan masyarakat saja yang tak bisa membeli buku tapi perpustakaan juga tak membeli buku. "Perpus dan dinas menghentikan belanja bukunya. Itu hasil survei ke penerbit. Padahal saat seperti ini masyarakat perlu buku," katanya.

Arys mengatakan, dalam rentang 10 tahun ini penjualan buku terus turun. Bahkan, pada 2017 sangat turun sekali baik penjualan buku fisik maupun digital. "Kalau Eropa penjualan bukunya masih tinggi. Di Eropa, semua orang membaca  buku," katanya.

Saat ini, kata dia, konsumsi buku digital di Indonesia terus mengalami kenaikan. Tapi tetap, tak bisa menyaingi buku fisik. Penerbit yang mulai mengubah buku ke digital saat ini ada 40, 8 persen dari penerbit yang ada. Angka ini, cukup meningkat karena awalnya yang membuat buku digital hanya 10 persen saja.

"Untuk penjualan, hampir 62 persen penerbit awalnya membuat lewat toko buku yang memiliki jaringan. Sekarang berubah sudah banyak yang ke marketplace," paparnya.

Menurut Bunda Literasi Jabar, Atalia Praratya Kamil, literasi di Indonesia termasuk di Jabar memang masih rendah. Terutama, di wilayah-wilayah pedalaman Jabar yang sulit menjangkau dan membudayakan baca.

"Apalagi, di masa pandemi ini menggiatkan literasi sangat jadi pekerjaan rumah (PR) buat kita," katanya.

Atalia mengatakan, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan literasi di Jabar. Salah satunya dengan meluncurkan Kolecer (Kotak Literasi Cerdas) dan Candil (Maca Dina Digital Library).

"Kolecer disimpan di trotoar di ruang publik, dan generasi milenial sekarang hasil surveinya lebih senang menghabiskan waktunya dengan memakai gawai, maka kita juga buat Candil," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement