Rabu 17 Feb 2021 15:03 WIB

BBKSDA Jatim Sayangkan Maraknya Perburuan Hewan Dilindungi

Elang Brontok memiliki habitat dan ekosistem di Pulau Jawa makin menurun jumlahnya.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Bilal Ramadhan
Elang Brontok mencengkeram tikus saat sesi makan satwa di Wildlife Rescue Center (WRC) Jogja, Kulonprogo, Yogyakarta, Rabu (27/1). Masa pandemi Covid-19 membuat operasional WRC Jogja terganggu. Sebanyak 150 satwa liar berada dalam pemeliharaan WRC. Dalam satu bulan biaya yang harus dikeluarkan untuk operasional mencapai Rp 100 juta.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Elang Brontok mencengkeram tikus saat sesi makan satwa di Wildlife Rescue Center (WRC) Jogja, Kulonprogo, Yogyakarta, Rabu (27/1). Masa pandemi Covid-19 membuat operasional WRC Jogja terganggu. Sebanyak 150 satwa liar berada dalam pemeliharaan WRC. Dalam satu bulan biaya yang harus dikeluarkan untuk operasional mencapai Rp 100 juta.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam BBKSDA Jawa Timur RM. Wiwied Widodo menyayangkan adanya penangkapan, pemeliharaan, dan penjualan satwa langka dan dilindungi. Selain karena populasi satwa tersebut yang terus berkurang, perbuatan tersebut juga melanggar hukum.

Terlebih, kata dia, burung Elang Brontok dengan nama latin Spizaetus Cirrhatus. Wiwied mencatat, Elang yang hanya memiliki habitat dan ekosistem di kawasan Jawa itu jumlahnya kian menurun. Namun, masih saja ada perburuan liar yang terjadi.

"Elang Brontok ini ada di Sulawesi dan Jawa, sebagian besar di Ponorogo dan sekitarnya," kata Wiwied di Mapolda Jatim, Rabu (17/2).

Selain itu, satwa dilindungi yang juga banyak diburu adalah Burung Kakaktua. Burung ini juga diakuinya menjadi primadona yang banyak dicari kolektor satwa di negeri tetangga, seperti Malaysia dan Thailand.

Meski populasi burung dengan nama latin Cacatua Moluccensis masih terbilang cukup banyak, namun menurutnya burung ini tetap tudak boleh ditangkap, apalagi diperjualbelikan.

"Lumayan kalau Kakaktua, mayoritas di pelihara di rumah. Kasus sebelumnya dijual ke Kalimantan lalu dimasukan ke Malaysia," ujarnya.

Untuk spesies Lutung Budeng, Wiwied menyebut populasinya kian menurun. Hal itu karena dalam beberapa tahun terakhir,  primata dengan nama latin Trachypithecus Auratus itu banyak diburu. "Lutung ini juga asli Jawa, perburuan 7 tahun terakhir marak," kata dia.

Sebelumnya, Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus Polda Jawa Timur (Jatim) membongkar sindikat jual beli satwa dilindungi. Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Gatot Repli Handoko mengatakan, dalam pengungkapkan kasus ini, pihaknya menangkap tiga tersangka.

Yakni mahasiswa asal Sidoarjo berinisial NR (26) serta pasangan suami istri asal Kabupaten Kediri berinisial VPE (29) dan NK (21). Gatot mengatakan, awalnya penyidik mendapatkan informasi terkait akun facebook Zein-zein dan Enno Arekbonek Songolaspitulikur yang menjual satwa dilindungi secara ilegal. Setelah ditelusuri, polisi mendapati penjualnya ialah NR.

"Dengan barang bukti 15 ekor Burung Kakatua," kata Gatot di Mapolda Jatim, Surabaya, Rabu (17/2).

Kemudian polisi melakukan pengembangan. Hasilnya, kembali menangkap dua tersangka di Kediri yakni VPE dan NK. Pasutri itu ditangkap di Perum Permata Biru, Kediri. Khusus NK tidak ditahan karena hamil. Polisi juga menyita satu ekor Elang Brontok, delapan ekor Lutung Budeng, dan tiga ekor Elang Paria. 

"Satwa yang diambil langsung dari alam liar ini dibandrol mulai dari Rp2 juta hingga Rp15 juta, tergantung dari kelangkaan hewan tersebut," kata Gatot.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement