Ahad 07 Feb 2021 18:05 WIB

Menlu AS dan Saudi Bahas Perang Yaman

Pada Menlu Saudi, Menlu AS mengutarakan keinginan untuk mengakhiri perang di Yaman.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Yudha Manggala P Putra
 Reruntuhan sisa perang di Kota Sanaa Yaman.
Foto: EPA-EFE/Yahya Arhab
Reruntuhan sisa perang di Kota Sanaa Yaman.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken melakukan percakapan via telepon dengan Menlu Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud. Mereka membahas beberapa isu, mulai dari keamanan regional, hak asasi manusia (HAM), dan perang di Yaman.

"Menteri (Blinken) menguraikan beberapa prioritas utama dari pemerintahan baru, termasuk mengangkat masalah HAM dan mengakhiri perang di Yaman," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (6/2).

Blinken dan Pangeran Faisal juga membahas tentang kontra-terorisme serta kerja sama untuk mencegah serangan terhadap Saudi. Dalam pembicaraan itu, Pangeran Faisal mengucapkan selamat kepada Blinken atas pengangkatannya sebagai menlu AS pekan lalu. Dia menyebut Saudi berharap dapat terus bekerja sama dengan Washington dalam menghadapi tantangan bersama dan menjaga stabilitas regional.

Itu merupakan percakapan pertama Blinken dengan Pangeran Faisal. Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah mengutarakan keinginannya untuk mencabut kelompok pemberontak Houthi Yaman dari daftar teroris. Hal itu sebagai respons atas krisis kemanusiaan yang tengah berlangsung di sana.

Pemerintahan Biden pun bakal menyetop dukungan AS untuk kampanye militer yang didukung Saudi di Yaman. Sebagai gantinya, Biden akan memperkuat jalur diplomasi guna mengakhiri perang dengan menunjuk utusan khusus untuk Yaman. Washington berharap Saudi memperbaiki catatan HAM-nya.

Sejak Maret 2015, Saudi telah melakukan intervensi militer di Yaman. Mereka berupaya menumpas Houthi dan mengembalikan pemerintahan Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi yang diakui secara internasional ke tampuk kekuasaan. Saudi memandang Houthi sebagai ancaman karena didukung Iran.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement