Sabtu 06 Feb 2021 19:01 WIB

Bising Kecam Kudeta Myanmar Dengan Tradisi Panci Dapur

Bising protes kecam kudeta Myanmar dengan tradisi panci dapur

Penduduk Yangon menabuh panci dan wajan sebagai bentuk protes atas kudeta militer di Yangon, Myanmar pada 2 Februari 2021. Pada Senin, militer Myanmar memberlakukan keadaan darurat dan mengambilalih pemerintahan, setelah menahan pemimpin negara de facto Aung San Suu Kyi dan sederet tokoh lainnya.
Foto: Anadolu Agency
Penduduk Yangon menabuh panci dan wajan sebagai bentuk protes atas kudeta militer di Yangon, Myanmar pada 2 Februari 2021. Pada Senin, militer Myanmar memberlakukan keadaan darurat dan mengambilalih pemerintahan, setelah menahan pemimpin negara de facto Aung San Suu Kyi dan sederet tokoh lainnya.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA, Suara bising tetabuhan panci dan sederet peralatan masak itu terdengar keras dari lorong-lorong Kota Yangon, Myanmar, pada Selasa malam lalu, sebagai bentuk penolakan warga atas kudeta militer yang menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi.

Dari balkon dan halaman rumah mereka, ekspresi protes itu bergaung ke jagat internasional lewat laman media sosial seperti Twitter dan Facebook, lengkap dengan taggar #SaveMyanmar dan #voiceoutfordemocracy.

“Kami menentang kudeta militer dari rumah, dengan cara tanpa kekerasan, dengan memukul segala jenis wadah besi/baja sebagai tanda kecaman,” ujar salah satu akun Twitter, yang kemudian diamplifikasi oleh akun-akun lainnya.

“Kita tidak ingin kembali ke hari-hari ketika mata kita dibutakan. Jadi, kita harus berjuang demi masa depan, kita tidak membutuhkan kediktatoran,” teriak Yaw Seing Paing, pemilik akun @PaingYaw.

Seperti dilansir Anadolu Agency, menabuh peralatan dapur berbahan besi adalah tradisi Myanmar untuk mengusir kejahatan atau karma buruk yang tengah melanda.

Tak hanya dengan peralatan dapur, sejumlah pengemudi bahkan menyemarakkan kebisingan itu dengan membunyikan klakson mobil.

Beberapa warga bahkan menyanyikan lagu kebangsaan sambil meneteskan air mata.

Senin lalu, militer Myanmar menangkap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan sederet tokoh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dengan tuduhan “kecurangan pemilu”.

Militer juga memberlakukan kondisi darurat selama setahun dan menyerahkan kekuasaan kepada panglima Min Aung Hlaing.

Militer menuduh Suu Kyi melakukan kecurangan besar-besaran karena partai mereka meraup 396 dari total 476 kursi parlemen untuk majelis rendah sekaligus atas pada pemilu November lalu.

Sementara militer, menurut Konstitusi yang mereka rumuskan, memegang kendali atas 25 persen dari total kursi dan sejumlah posisi kunci di kementerian.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement