Selasa 02 Feb 2021 17:11 WIB

Militer Myanmar Berkuasa, Bagaimana Nasib Muslim Rohingya?

PBB khawatir kudeta militer Myanmar memperburuk kondisi Rohingya.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Puluhan warga etnis Rohingya berada di dalam kapal saat terdampar di tengah laut di perairan Aceh.
Foto: ANTARA FOTO/RAHMAD
Puluhan warga etnis Rohingya berada di dalam kapal saat terdampar di tengah laut di perairan Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- PBB khawatir kudeta militer Myanmar akan memperburuk nasib 600 ribu masyarakat minoritas muslim Rohingya di Myanmar. Juru bicara PBB mengatakan Dewan Keamanan berencana menggelar rapat mengenai perkembangan terbaru kudeta tersebut.

Senin (1/2) kemarin militer Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintahan yang terpilih Aung San Suu Kyi. Pemimpin politik negara Asia Tenggara itu kini sedang ditahan bersama pemimpin-pemimpin politik lain.

Baca Juga

Tahun 2017 lalu Angkatan Bersenjata Myanmar menggelar operasi militer di Negara Bagian Rakhine. Operasi tersebut memaksa 700 ribu masyarakat Rohingya mengungsi ke Bangladesh dan hingga kini masih tinggal di tenda-tenda pengungsi. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan negara-negara Barat menuduh militer Myanmar berniat melakukan pembersihan etnik.  

"Masih sekitar 600 ribu orang Rohingya yang tinggal di Negara Bagian Rakhine, termasuk 120 ribu orang yang kini terkurung di tenda pengungsian, mereka tidak bisa bergerak dengan bebas, juru bicara PBB, Stephane Dujarric, Selasa (2/2).

"Akses mereka ke layanan kesehatan dan pendidikan sangat dibatasi, sehingga kami khawatir peristiwa ini mungkin memperburuk situasi mereka," tambahnya.

Baca juga : Militer Myanmar Berkuasa, Bagaimana Nasib Muslim Rohingya?

Ia mengatakan, 15 anggota Dewan Keamanan PBB berencana menggelar rapat membahas Myanmar dalam pertemuan tertutup. Hal ini dikonfirmasi oleh Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward. "Kami ingin membahas ancaman jangka panjang pada perdamaian dan keamanan, tentu dengan bekerja sama dengan tetangga-tetangga Myanmar di ASEAN dan Asia," katanya.

China yang didukung Rusia melindungi Myanmar dari sanksi Dewan Keamanan dalam merespons operasi militer pada 2017 lalu. Beijing dan Moskow memiliki hak veto seperti Prancis, Inggris dan Amerika Serikat.

Pada Senin kemarin misi China untuk PBB mengatakan pihaknya berharap untuk mendapatkan lebih banyak informasi mengenai perkembangan terbaru di Myanmar dari rapat Dewan Keamanan Selasa ini. "Kami juga berharap setiap langkah Dewan Keamanan akan kondusif bagi stabilitas di Myanmar dibandingkan memperumit situasinya," kata juru bicara Misi Cina untuk PBB.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement