Selasa 02 Feb 2021 00:10 WIB

Hikmahanto Minta RI Tahan Diri Soal Myanmar, Ini Alasannya

Indonesia meminta kedua belah pihak yang bertikai di Myanmar untuk saling tahan diri.

Dalam file foto 27 Jan 2021 ini, pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi menyaksikan vaksinasi petugas kesehatan di rumah sakit di Naypyitaw, Myanmar. Laporan mengatakan Senin, 1 Februari 2021 kudeta militer telah terjadi di Myanmar dan Suu Kyi telah ditahan dalam tahanan rumah.
Foto: AP/Aung Shine Oo
Dalam file foto 27 Jan 2021 ini, pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi menyaksikan vaksinasi petugas kesehatan di rumah sakit di Naypyitaw, Myanmar. Laporan mengatakan Senin, 1 Februari 2021 kudeta militer telah terjadi di Myanmar dan Suu Kyi telah ditahan dalam tahanan rumah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia sebaiknya menahan diri menanggapi kudeta militer di Myanmar. Demikian disampaikan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof Hikmahanto Juwana, lewat pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut Hikmahanto, yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani (UNJANI), respons terhadap kudeta berpotensi dianggap sebagai bentuk intervensi Indonesia terhadap urusan dalam negeri Myanmar.

Baca Juga

"Dalam Piagam ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara, red) di Pasal 2 Ayat 2 huruf e disebutkan bahwa negara-negara ASEAN tidak akan melakukan intervensi (non-interference) dalam masalah domestik suatu negara. Oleh karenanya, sikap Indonesia adalah menghormati hal ini dengan tidak melakukan apa-apa sampai ada kepastian dari pemerintah yang sah," kata Prof. Hikmahanto menjelaskan rekomendasinya untuk Pemerintah Indonesia.

Militer Myanmar meluncurkan kudeta terhadap pemerintahan demokratis, Senin pagi, dan menahan penasihat negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, beberapa politisi partai pemenang pemilihan umum Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), serta sejumlah aktivis.

Tidak lama setelah penangkapan Suu Kyi, militer menetapkan status darurat yang akan berlaku satu tahun. Status darurat ditetapkan karena militer menilai pemerintah gagal mengatasi sengketa daftar pemilih pada pemilihan umum 8 November 2020 dan meredam aksi protes massa di beberapa daerah.

Baca juga : Cak Nun Bicara Abu Janda, Abu Duda, Abu Rokok

Terkait kudeta itu, Hikmahanto berpendapat Pemerintah Indonesia cukup mengamati perkembangan situasi di Myanmar dan memberi peringatan kepada warga negara Indonesia (WNI) di negara tersebut atau yang berencana pergi ke Myanmar.

"Indonesia harus membiarkan pemerintahan kudeta melakukan konsolidasi," sebut dia, seraya menegaskan Indonesia berbeda dengan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Australia, dan Inggris yang langsung mengecam kudeta militer di Myanmar karena melanggar prinsip demokrasi.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, pada Senin siang waktu Jakarta, meminta seluruh pihak yang berkonflik di Myanmar segera menahan diri dan mengedepankan dialog sebagai cara menyelesaikan masalah.

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, sebagaimana dikutip dari pernyataan resmi yang diunggah di media sosial Twitter, mengatakan Indonesia prihatin terhadap situasi politik yang terjadi di Myanmar.

Indonesia Urges All Parties in Myanmar to Exercise Self-Restraint

1.Indonesia expresses its concern over the recent political situation in Myanmar. pic.twitter.com/hElDrn4vMD

— MoFA Indonesia (@Kemlu_RI) February 1, 2021

"Indonesia meminta seluruh pihak tunduk pada prinsip-prinsip Piagam ASEAN, mematuhi aturan hukum, tata kelola pemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi, dan pemerintahan yang konstitusional. Indonesia juga menggarisbawahi bahwa seluruh sengketa pemilihan umum dapat diselesaikan lewat mekanisme hukum yang tersedia," demikian menurut Kementerian Luar Negeri RI.

Baca juga : Militer Myanmar Rombak Pemerintahan Suu Kyi

Kementerian Luar Negeri mencatat setidaknya ada sekitar 500 WNI di Myanmar.

"Kondisi mereka saat ini dalam keadaan baik dan aman. Mayoritas WNI bekerja di sektor migas (minyak dan gas, red), pabrik, industri garmen, dan ABK (anak buah kapal, red)," kata Direktur Pelindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha, lewat informasi tertulis yang diterima Senin (1/2).

Judha menyatakan bahwa kantor perwakilan RI di Myanmar telah mengimbau WNI agar tetap tenang dan menghubungi kontak darurat yang tersedia jika menghadapi masalah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement