Senin 25 Jan 2021 21:23 WIB

Ekonomi Digital Butuh Jaminan Hukum dan Iklim Investasi

Pertumbuhan ekonomi dan investasi digital di Indonesia memerlukan jaminan hukum.

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
Perkembangan Ekonomi Digital Butuh Jaminan Kepastian Hukum dan Iklim Investasi (Foto: Sufri Yuliardi)
Perkembangan Ekonomi Digital Butuh Jaminan Kepastian Hukum dan Iklim Investasi (Foto: Sufri Yuliardi)

Momentum pertumbuhan ekonomi dan investasi digital di Indonesia yang terjadi saat ini adalah momentum yang berharga dan harus dijaga. Salah satunya dengan membangun kerangka hukum (legal framework) usaha yang dapat mengikuti dinamika ini dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Kerangka hukum tersebut  harus memberi ruang bagi inovasi yang dapat meningkatkan daya saing Indonesia sebagai negara tujuan investasi digital. 

Demikian diungkapkan Asep Ridwan, Ketua Umum Indonesia Competition Lawyers Association (ICLA) dalam diskusi “Persaingan Usaha Ekonomi Digital: Peluang dan Tantangan Investasi di Indonesia” belum lama ini. Menurutnya ekonomi digital membuat kita perlu melihat lagi sejumlah definisi yang selama ini kita anggap baku, seperti definisi pasar. 

“Selama ini hukum persaingan usaha hanya mencakup pasar produk dan pasar geografis. Bagaimana dengan pasar digital, dimana produk dan geografis tidak lagi mengikuti ukuran-ukuran lama?” papar Asep dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/1/2021). Baca Juga: CROWDE Targetkan 100 Ribu Petani Terdigitalisasi

Pemahaman baru terhadap definisi ini penting, tambah Asep, karena akan menentukan pasar yang bersangkutan atau relevant market yang menjadi dasar dalam suatu kasus persaingan usaha. Definisi yang jelas dan relevan dibutuhkan untuk menjaga kepastian hukum.  

Menurut laporan yang disusun Temasek, Google, dan Bain & Co pada 2019, diperkirakan tingkat pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia mencapai 49 persen per tahun. Sebagai ekonomi internet terbesar dengan pertumbuhan tercepat di ASEAN, diprediksi Indonesia akan melewati angka USD 130 miliar pada 2025, dengan tumpuan pertumbuhan pada sektor e-commerce dan ride hailing atau yang populer disebut transportasi online. 

Ekonomi digital juga memberi manfaat pada semua sektor hal ini karena didukung pembayaran secara digital, yang kini kian meningkat. Ekonomi digital juga memberi manfaat pada semua sektor dengan meningkatnya pembayaran digital. Baca Juga: UNIMY Malaysia Bekali Individu Masuki Dunia Digital

Riyatno, Deputi Pengembangan Bidang Kerja sama Penanaman Modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), menjelaskan minat investor yang sangat besar di sektor ekonomi digital dan minat itu datang dari pemain-pemain raksasa seperti Alibaba, Amazon Web Services (AWS), Google Cloud, dan Microsoft. Nama-nama besar ini berminat mengembangkan data center. 

“Sejumlah kemudahan berusaha dalam rangka menjaga momentum investasi digital ini, seperti simplifikasi/penyederhanaan perizinan berusaha, pendelegasian izin dari berbagai kementerian dan lembaga menjadi satu pintu di BKPM, tax holiday, dan pembebasan bea impor,” ujar Riyatno.

Sementara Anna Maria Tri Anggraini, pengajar Fakultas Hukum Universitas Trisakti menambahkan, semua stakeholders sekarang menghadapi perubahan model bisnis dengan hadirnya ekonomi digital beserta dinamikanya. Karena itu perlu adanya jaminan kepastian hukum dalam berinvestasi dan memanfaatkan layanan digital, seperti bertransaksi, melalui regulasi terkait. 

Anna menambahkan, para pemangku kepentingan dalam persaingan usaha dapat mengambil pelajaran dari berbagai kasus persaingan usaha di Indonesia, seperti Netflix, Grab, dan kasus-kasus lainnya dalam rangka mencari format yang tepat penegakan hukum usaha di tengah perkembangan ekonomi digital. 

“Dalam kasus Grab, lembaga otoritas persaingan usaha harus dapat memberikan definisi yang jelas mengenai pasar dan integrasi vertikal seperti apa yang dilakukan. Selain itu, prinsip kehati-hatian juga perlu dijalankan dengan melakukan pembuktian melalui data-data yang mendukung,” urai Anna. 

Anna menambahkan, dalam kasus Netflix, yang menarik diamati adalah, apakah Netflix ada pesaingnya dan memiliki posisi dominan di pasar. Sebaliknya, KPPU juga harus mengkaji dan membuktikan apakah Telkom benar melakukan diskriminasi. 

“Karena kasus-kasus ini belum inkracht, saya hanya menjelaskan secara normatif,” tambah Anna. 

Terakhir, Asep menambahkan, selain ekspektasi yang besar terhadap tata aturan dan kelembagaan dalam penegakan hukum persaingan usaha, dalam hal ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), pelaku usaha juga memiliki tanggung jawab untuk melakukan mitigasi risiko, melalui penyusunan daftar atau pedoman perilaku dalam masalah persaingan usaha. Jadi perusahaan perlu punya pedoman atau checklist ketika mereka ingin melakukan suatu manuver bisnis, apakah berpotensi melanggaran hukum persaingan usaha atau tidak. 

“Ini akan membantu dan menghindari mereka dari masalah hukum,” saran Asep.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement