Kamis 07 Jan 2021 15:16 WIB

Capitol Hill Rusuh, Beredar Seruan untuk Gulingkan Trump

Trump dinilai bertanggung jawab atas kerusuhan yang terjadi di Capitol Hill.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
 Orang-orang memegang plakat selama demonstrasi di Tokyo, Jepang, 6 Januari 2021. Ratusan orang menggelar unjuk rasa untuk menunjukkan dukungan mereka kepada Presiden Donald Trump ketika anggota parlemen AS akan mengkonfirmasi suara Electoral College yang dimenangkan oleh Joe Biden.
Foto: EPA-EFE/FRANCK ROBICHON
Orang-orang memegang plakat selama demonstrasi di Tokyo, Jepang, 6 Januari 2021. Ratusan orang menggelar unjuk rasa untuk menunjukkan dukungan mereka kepada Presiden Donald Trump ketika anggota parlemen AS akan mengkonfirmasi suara Electoral College yang dimenangkan oleh Joe Biden.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kekerasan pengunjuk rasa pro-Donald Trump di Capitol Hill memunculkan seruan pencopotan Trump dari jabatan Presiden AS bahkan sebelum 20 Januari 2021. Insiden peyerbuan Gedung Kongres Amerika Serikat (AS) bisa dikatakan didalangi oleh Trump sendiri yang mengulangi klaim tidak berdasar bahwa pemilu telah dicurangi darinya.

Ada dua cara untuk melengserkan presiden dari jabatannya. Pertama Amandemen ke-25 Konstitusi AS, dan pemakzulan diikuti dengan persetujuan Senat. Dalam skenario keduanya, Wakil Presiden Mike Pence akan mengambil alih sampai pelantikan presiden terpilih AS dari Partai Demokrat Joe Biden.

Baca Juga

Sebuah sumber yang mengetahui upaya tersebut mengatakan, telah ada beberapa diskusi awal di antara beberapa anggota Kabinet dan sekutu Trump tentang penerapan Amandemen ke-25. Amandemen ke-25 diratifikasi pada 1967 dan diadopsi setelah pembunuhan Presiden John F. Kennedy pada tahun 1963.

Amandemen ini berkaitan dengan suksesi dan kecacatan presiden. Bagian 4 membahas situasi di mana seorang presiden tidak dapat melakukan pekerjaannya, namun tidak mengundurkan diri secara sukarela.

Menurut para ahli, para pengagas Amandemen ke-25 dimaksudkan untuk diterapkan ketika seorang presiden tak mampu karena penyakit fisik maupun mental. Beberapa sarjana juga berpendapat bahwa itu juga bisa berlaku secara lebih luas untuk seorang presiden yang tidak layak untuk menjabat.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement