Kamis 07 Jan 2021 07:54 WIB

Harga Minyak Melonjak ke Level Tertinggi 10 Bulan Terakhir

Arab Saudi mengumumkan pemangkasan produksi sukarela.

Harga minyak dunia melonjak (ilustrasi)
Harga minyak dunia melonjak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak naik tajam level tertinggi sejak Februari pada akhir perdagangan Rabu (6/1) atau Kamis (7/1) pagi WIB. Lonjakan harga minyak ini terjadi setelah Arab Saudi mengumumkan pemangkasan produksi sukarela yang besar dan penurunan tajam dalam persediaan minyak mentah Amerika Serikat.

Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret bertambah 70 sen atau 1,3 persen, menjadi menetap pada 54,30 dolar AS per barel. Di awal sesi, harga Brent mencapai 54,73 dolar AS per barel, merupakan level yang tidak terlihat sejak 26 Februari 2020.

Baca Juga

Sementara itu, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup 70 sen lebih tinggi atau 1,4 persen, menjadi ditutup di 50,63 dolar AS per barel. Kontrak WTI sempat menyentuh 50,94 dolar AS per barel, level tertinggi sejak akhir Februari 2020.

Kontrak berjangka mengurangi keuntungan dalam perdagangan pasca-penyelesaian yang tipis setelah pengunjuk rasa menyerbu gedung Capitol AS dalam upaya untuk menggagalkan pengesahan kekalahan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS November.

Kerusuhan di Washington mengambil alih berita fundamental yang bullish. Kedua kontrak itu hanya naik 39 sen per barel pada pukul 15.46 waktu setempat (1946 GMT).

Pendukung Trump menyerbu Gedung  Capitol AS pada Rabu (6/1), menutupnya, ketika Wakil Presiden Mike Pence menolak permintaan presiden untuk membatalkan kekalahannya dari Joe Biden Demokrat dan pemimpin Senat Republik mengecam upaya di Kongres untuk membatalkan hasil pemilihan.

Selama sesi tersebut, pasar menanggapi penurunan stok minyak mentah AS dan rencana pengurangan produksi Saudi.

Stok minyak mentah AS turun tajam sementara persediaan bahan bakar naik, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan pada Rabu (6/1), dan 2020 berakhir dengan penurunan tajam dalam permintaan secara keseluruhan karena pandemi Virus Corona.

Persediaan minyak mentah turun delapan juta barel dalam sepekan hingga 1 Januari menjadi 485,5 juta barel, melebihi ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters untuk penurunan 2,1 juta barel. Penurunan stok minyak mentah terjadi pada akhir tahun, ketika perusahaan-perusahaan energi mengeluarkan barel dari penyimpanan untuk menghindari tagihan pajak yang besar.

Direktur Energi Berjangka Mizuho, Bob Yawger, mengatakan konsumsi kilang yang tinggi mungkin berumur pendek. “Kami telah membakar banyak minyak mentah untuk menghasilkan banyak produk, dan tidak ada permintaan untuk produk tersebut,” katanya.

"Anda tidak bisa berlari pada tingkat setinggi itu selamanya, dengan angka-angka seperti itu."

 

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement