Rabu 06 Jan 2021 12:33 WIB

Ketika Palestina Hanya Menonton Vaksinasi Covid-19 Israel

Warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza hanya bisa menonton dan menunggu vaksin.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Esthi Maharani
Seorang perawat Israel menyiapkan vaksin COVID-19 di Barzilai Medical Center di kota Ashkelon di Israel selatan, Minggu, 20 Desember 2020.
Foto: AP Photo/Tsafrir Abayov
Seorang perawat Israel menyiapkan vaksin COVID-19 di Barzilai Medical Center di kota Ashkelon di Israel selatan, Minggu, 20 Desember 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, PALESTINA -- Israel saat ini tercatat sebagai negara yang paling unggul dibandingkan negara-negara lain dalam upaya vaksinasi virus corona. Memulai program vaksinasi Covid-19 pada 19 Desember 2020, Israel telah memberikan dosis pertama vaksin untuk lebih dari 10 persen populasi.

Mirisnya, di tengah penyelenggaraan vaksinasi tercepat itu, warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza yang diduduki Israel hanya bisa menonton dan menunggu. Ketika dunia menyaksikan orang-orang di negara-negara kaya terlebih dahulu diinokulasi, situasi di wilayah Israel dan Palestina tak ubahnya seperti contoh nyata dari perpecahan tersebut.

Israel mengirimkan sejumlah vaksin Pfizer/BioNTech jauh di dalam Tepi Barat. Namun, vaksin tersebut hanya didistribusikan ke pemukim Yahudi dan bukan sekitar 2,7 juta orang Palestina yang tinggal di sekitar mereka. Warga Palestina mungkin harus menanti berminggu-minggu atau berbulan-bulan kemudian.

Curahan tentang penantian vaksin Covid-19 tersebut diungkapkan oleh salah seorang warga Palestina, Mahmoud Kilani, yang merupakan pelatih olahraga berusia 31 tahun dari Kota Nablus, Palestina.

"Aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi pasti ada cara untuk menjadikan kita prioritas juga? Siapa yang peduli dengan kita? Saya tidak berpikir ada orang yang terjebak pada pertanyaan itu," ujar Kilani, dilansir di The Guardian, Rabu (6/1).

Dua pekan setelah kampanye vaksinasi, Israel memberikan lebih dari 150 ribu dosis sehari yang merupakan suntikan awal untuk satu juta lebih dari sembilan juta warganya. Angka itu menjadi proporsi populasi yang lebih tinggi daripada di tempat lain.

Pusat vaksin telah didirikan di stadion olahraga dan alun-alun. Orang yang berusia di atas 60 tahun, petugas kesehatan, perawat, dan populasi berisiko tinggi merupakan prioritas dari sasaran vaksinasi tersebut. Sementara, orang muda yang lebih sehat yang masuk ke klinik terkadang diberi kelebihan stok untuk menghindari pemborosan botol yang tidak terpakai.

Sebelumnya, Perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menegaskan kepada warga Israel bahwa negara itu bisa menjadi yang pertama keluar dari pandemi. Selain sistem perawatan kesehatan yang sangat canggih, salah satu alasan kecepatan dari program vaksinasi itu bisa jadi adalah faktor ekonomi.

Seorang pejabat kementerian kesehatan mengatakan, negara itu telah membayar senilai 62 dolar per dosis, dibandingkan dengan 19,50 dolar yang dibayarkan Amerika Serikat (AS).

Sementara itu, Otoritas Palestina yang kekurangan uang yang mempertahankan pemerintahan sendiri yang terbatas di wilayah tersebut bergegas untuk mendapatkan vaksin. Seorang pejabat menyebut bahwa dosis vaksin Covid-19 mungkin bisa tiba dalam dua pekan ke depan.

Namun, ketika ditanya mengenai jangka waktu, direktur jenderal kementerian kesehatan Palestina, Ali Abed Rabbo, memperkirakan, vaksin pertama mungkin akan tiba pada Februari 2021.

Vaksin tersebut mungkin akan datang melalui kemitraan yang dipimpin Organisasi Kesehatan Dunia bernama Covax yang bertujuan membantu negara-negara miskin yang telah berjanji untuk memvaksinasi 20 persen warga Palestina. Namun, vaksin yang dimaksudkan untuk Covax belum mendapatkan persetujuan "penggunaan darurat" oleh WHO, sebagai sebuah prasyarat untuk memulai distribusi.

Kepala kantor WHO di Yerusalem, Gerald Rockenschaub, mengatakan, vaksin itu datang kemungkinan awal hingga pertengahan 2021 sebelum vaksin dengan skema Covax tersedia untuk didistribusikan di wilayah Palestina. Sisa dari dosis vaksin tersebut diharapkan datang melalui kesepakatan dengan perusahaan farmasi, tetapi sejauh ini belum ada yang ditandatangani.

Meski tertunda, otoritas Palestina belum secara resmi meminta bantuan dari Israel. Koordinasi antara kedua belah pihak terhenti tahun lalu setelah presiden Palestina memutuskan hubungan keamanan selama beberapa bulan. Akan tetapi, Rabbo mengatakan, sejumlah pembahasan dengan Israel telah dilakukan.

"Sampai saat ini, belum ada kesepakatan dan kami belum bisa mengatakan ada yang dilaksanakan di lapangan terkait hal ini," ujarnya.

Sementara itu, para pejabat Israel telah menyarankan mereka mungkin memberikan kelebihan vaksin kepada warga Palestina. Namun, mereka juga mengklaim bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza, merujuk pada perjanjian sementara era 1990-an yang mengharuskan otoritas Palestina untuk mematuhi standar vaksinasi internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement