Ahad 03 Jan 2021 15:20 WIB

Usai Mogok Produksi, Harga Tempe Naik atau Ukuran Mengecil

Diharapkan setelah mogok, harga tempe naik dan masyarakat bisa memahami

Rep: idealisa masyrafina/ Red: Hiru Muhammad
Pengrajin memindahkan tempe buatannya di salah satu Sentra Produksi Tempe, Utan Panjang, Jakarta, Ahad (3/1). Sebagai bentuk protes melonjakanya harga kedelai impor yang mencapai Rp 9.500 per kilogram dari harga normal Rp7.200 per kilogram, Sejumlah produsen tahu dan tempe di Jabodetabek menggelar aksi mogok dagang pada 1 s/d 3 Januari 2021. Mereka meminta pemerintah untuk membuat skema tata niaga kedelai yang saling menguntungkan demi menjaga stabilitas harga untuk kenyamanan pelaku UKM tersebut yang jumlahnya cukup besar.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Pengrajin memindahkan tempe buatannya di salah satu Sentra Produksi Tempe, Utan Panjang, Jakarta, Ahad (3/1). Sebagai bentuk protes melonjakanya harga kedelai impor yang mencapai Rp 9.500 per kilogram dari harga normal Rp7.200 per kilogram, Sejumlah produsen tahu dan tempe di Jabodetabek menggelar aksi mogok dagang pada 1 s/d 3 Januari 2021. Mereka meminta pemerintah untuk membuat skema tata niaga kedelai yang saling menguntungkan demi menjaga stabilitas harga untuk kenyamanan pelaku UKM tersebut yang jumlahnya cukup besar.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengrajin tahu dan tempe melakukan aksi mogok produksi yang dipicu kenaikan harga kedelai. Aksi mogok beroperasi memproduksi tersebut sudah dilakukan oleh para pengrajin tahu dan tempe di Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (Jabodetabek), sejak Kamis (31/12) sampai dengan Ahad (3/1).

Menurut Sahroji, salah satu pengrajin tempe di Kota Bekasi, ia berharap setelah mogok ini, harga tempe bisa dinaikkan, dan masyarakat memahami apa alasannya."Ini libur biar harga jualnya naik, supaya dapat keuntungan, karena harga kedelainya naik terus dan bikin kita rugi," ujar Sahroji Ahad (3/1).

Sahroji biasanya membeli 1,5 ton kedelai untuk produksi selama seminggu. Sekitar dua minggu sebelum tahun baru, ia membeli kedelai dengan harga sekitar Rp 8200 per kilogram. Kemudian harganya terus melonjak sampai Rp 9200 saat ia terakhir membeli sebelum tahun baru.

Untuk sekali produksi sebanyak 2 kuintal, biasanya Sahroji akan meraup keuntungan sekitar Rp 2 juta per 1 kuintal. Tapi semenjak kedelai naik, keuntungannya semakin menipis.

Pemogokan memang menjadi jalan sementara untuk para pengrajin dapat menaikkan harga. Namun, ketika Pemerintah tidak mengintervensi mengenai harga kedelai yang terus melambung, menurut Sahroji, para pengrajin akan mencari inisiatif masing-masing agar tidak merugi."Kalau bisa ya naikin harga. kalau ngecilin tempe ya udah kecil banget harus ganti plastik dan ganti harga juga," tutur Sahroji.

Ia berharap Pemerintah lebih memperhatikan harga kedelai ini, karena tahu dan tempe adalah sumber protein dan makanan pokok bagi masyarakat.

Kenaikan harga kedelai ini dikhawatirkan dapat mendorong para pengrajin harus gulung tikar. Ketua Umum Sahabat Pengrajin Tempe Pekalongan (SPTP) Indonesia, Haryanto mengaku tak sedikit para pengrajin yang tergabung dalam organisasinya banyak yang gulung tikar akibat dari kenaikan harga kedelai.

Pengrajin tahu dan tempe asal Pekalongan yang kini tinggal di Tangerang itu berharap kepada pemerintah untuk bisa menekan kembali harga kedelai seperti semula."Dengan adanya kenaikan harga kacang kedelai import yang sangat tinggi dari Rp 7.000, kini berubah menjadi Rp 9.500 per kilonya telah menimbulkan keresahan. Lonjakan harga ini akan memicu para pengrajin gulung tikar. Kami berharap kepada pemerintah bisa menstabilkan kembali harga seperti semula," ucap Haryanto. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement