Selasa 29 Dec 2020 12:18 WIB

Krakatau Steel Terbitkan OWK Rp 2,2 Triliun

Dengen penerbitan OWK kepemilikan saham publik akan terdelusi menjadi 14-16 persen.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Logo baru PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
Foto: facebook.com/krakatausteelofficial
Logo baru PT Krakatau Steel (Persero) Tbk

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Krakatau Steel (Persero) Tbk telah resmi menerbitkan Obligasi Wajib Konversi (OWK) senilai Rp2,2 triliun. Aksi korporasi ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian bersama PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) selaku pelaksana investasi. 

Penerbitan OWK ini merupakan tindak lanjut dari investasi pemerintah dalam rangka program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Perseroan telah memperoleh persetujuan atas rencana transaksi tersebut dari pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 24 November 2020 lalu.

Baca Juga

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan penerbitan OWK dilakukan dalam rangka memperbaiki posisi keuangan perseroan. "Kami optimistis ke depan kinerja Krakatau Steel akan semakin membaik, ini dengan support pemerintah dalam mengoptimalkan daya saing industri nasional," kata Silmy dalam paparan publik virtual, Selasa (29/12). 

Silmy mengakui dampak pandemi Covid-19 telah membuat kegiatan operasional dan produksi di industri baja hulu, industri baja hilir dan industri pengguna pada awalnya mengalami penurunan sebesar 30-50 persen karena rendahnya permintaan serta kemampuan modal kerja yang terbatas.

Pada kuartal I 2020, permintaan terhadap berbagai macam produk baja seperti HRC, CRC, wire rod, baja lapis seng, dan baja lapis aluminium seng mengalami penurunan dengan kisaran sebesar 10-50 persen. Akibat penurunan permintaan ini banyak operasional industri baja terpukul dan kesulitan cashflow.

Apabila kondisi ini berlangsung secara berkepanjangan, maka terdapat potensi produsen hilir dan produsen pengguna menutup lini produksinya karena rendahnya utilisasi produksi yang menyebabkan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan juga masuknya produk impor untuk menggantikan suplai baja domestik. 

"Hal tersebut tentu akan berdampak terhadap semakin tingginya tingkat pengangguran dan juga defisit neraca perdagangan nasional," terang Silmy. 

Industri logam dasar juga merupakan rumah bagi para pekerja sekitar 827,5 ribu tenaga kerja di Indonesia, dan mengalami rata-rata peningkatan sekitar tiga persen setiap tahunnya. Untuk itu, Krakatau Steel sebagai BUMN strategis perlu melakukan inisiatif kepada industri hilir dan industri pengguna untuk menggerakkan kembali perekonomian nasional berupa pemberian relaksasi kepada industri hilir dan industri pengguna.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement