Sabtu 26 Dec 2020 12:05 WIB

Asosiasi: Jumlah Petani Menanam Cabai Berkurang 40 Persen

Mei 2020 lalu, AACI telah mengkhawatirkan situasi komoditas cabai di akhir tahun 2020

Rep: Dedy Darmawan Nasution / Red: Hiru Muhammad
Pedagang memilah cabai yang akan dijual di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Rabu (16/12/2020). Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, menjelang Natal dan Tahun Baru, rata-rata harga cabai merah besar di pasar tradisional di seluruh Indonesia naik 1,33 persen dari Rp52.452 menjadi Rp53.150 per kilogram, sedangkan cabai rawit hijau naik 1,79 persen dari Rp41.801 menjadi 42.550 per kilogram.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Pedagang memilah cabai yang akan dijual di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Rabu (16/12/2020). Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, menjelang Natal dan Tahun Baru, rata-rata harga cabai merah besar di pasar tradisional di seluruh Indonesia naik 1,33 persen dari Rp52.452 menjadi Rp53.150 per kilogram, sedangkan cabai rawit hijau naik 1,79 persen dari Rp41.801 menjadi 42.550 per kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI), Abdul Hamid, menuturkan tengah terjadi kenaikan harga signifikan untuk aneka cabai dalam sebulan terakhir. Ia mengatakan, salah satu penyebab yakni minimnya produksi lantaran berkurangnya jumlah petani yang melakukan penanaman.

"Petani yang menanam berkurang sekitar 40 persen, itu karena harga sempat sangat murah, ini akan menjadi hambatan ke depannya," kata Abdul, Sabtu (26/12).

Abdul mengatakan, hal itu berakibat pada rentanya pasokan cabai terlebih pada musim hujan saat ini. Ia menuturkan, curah hujan tinggi yang diikuti dengan bencana banjir menganggu stabilitas produski cabai. Alhasil, harga cabai turut naik.

Ia mengatakan, harga cabai rawit merah paling tinggi di tingkat petani dihargai hingga Rp 40 ribu per kg, sedangkan cabai merah keriting mencapai Rp 55 ribu per kg. Abdul mengatakan, kenaikan harga itu menguntungkan bagi para petani yang saat ini memiliki hasil panen.

Meskipun biaya produksi ikut naik, margin yang diperoleh cukup besar. Itu setidaknya bisa membantu petani untuk memulihkan permodalan pasca mengalami kerugian besar selama pandemi tahun ini. "Biaya produksi normalnya antara Rp 13 ribu  hingga Rp 14 ribu per kg, sekarang naik jadi Rp 15 ribu - Rp 18 ribu per kg. Jadi kalau dijual Rp 40 ribu  hingga Rp 55 ribu, itu dia jelas untung," kata Abdul.

Namun, ia meminta pemerintah agar tidak sebatas memahami harga murah atau tinggi. "Yang terpenting, kenapa dia menjual mahal dan kenapa murah," ujarnya menambahkan.

Pada Mei 2020 lalu, AACI telah mengkhawatirkan situasi komoditas cabai pada akhir tahun 2020. Pasalnya, saat itu, harga komoditas cabai di sejumlah sentra turun drastis hingga Rp 5.000 per kilogram (kg). Hal itu berdampak pada kerugian usaha petani dan bakal berimbas pada minimnya modal untuk kembali melakukan kegiatan pertanaman. "Kita sudah prediksi ini sejak bulan Maret, Covid-19 ini bahaya maka perlu antisipasi karena ada dampak ekonomi petani," kata Abdul pada Mei lalu.

Abdul menuturkan, rata-rata modal petani cabai antara Rp 13 ribu - Rp 14 ribu per kg untuk seluruh jenis cabai. Petani mendapatkan keuntungan 30 persen sehingga harga jual dari petani berkisar Rp 18 per kg. Oleh karena itu, penurunan harga yang terjadi cukup dalam dan menekan omzet petani.

Dampak ekonomi yang yang dikhawatirkan terjadi yakni kesulitan modal bagi petani untuk melakukan kegiatan pertanaman pada musim selanjutnya. Hal itu mesti dicermati, sebab mulai September hingga akhir tahun krisis cabai dalam negeri bisa terjadi jika pertanaman cabai minim."Sekarang sudah susah mau bicara kembali pokok modal saja. Tidak mungkin bisa tanam lagi karena dampak ekonominya susah sekali," kata Abdul.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement