Kamis 17 Dec 2020 09:15 WIB

Pandemi Covid-19 Guncang Bisnis Hotel Hingga Ritel

Meski perusahaan bertahan, perlu waktu lama untuk pulih ke kondisi sebelum pandemi.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Seorang pembeli keluar dari toko ritel di Coral Gables, Florida, Amerika Serikat (AS). Pandemi Covid-19 telah mengubah ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lainnya di seluruh dunia.
Foto: AP Photo/Lynne Sladky
Seorang pembeli keluar dari toko ritel di Coral Gables, Florida, Amerika Serikat (AS). Pandemi Covid-19 telah mengubah ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lainnya di seluruh dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 telah mengubah ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lainnya di seluruh dunia. Pandemi telah mengubah semua aspek dalam kehidupan manusia mulai dari cara orang bekerja, bepergian, makan, berbelanja, dan berkumpul.

Setelah pandemi melanda, sebanyak 22 juta orang harus kehilangan pekerjaannya. Perhotelan dan ritel merupakan dua sektor yang terdampak cukup parah selama pandemi ini. Akibatnya, para pemilik usaha harus mengurangi jumlah karyawannya demi memperkecil pengeluaran. 

Baca Juga

Meski beberapa perusahaan berhasil bertahan, mereka membutuhkan waktu yang lama untuk bisa pulih kembali ke kondisi sebelum pandemi. Pemulihannya berjalan sangat lambat. Moody's Analytics memproyeksi kondisi perekonomian di AS baru akan pulih pada akhir 2023 mendatang. 

Selain itu, pandemi juga telah mengubah cara orang berbelanja. Konsumen saat ini lebih nyaman berbelanja secara daring untuk meminimalisir kontak dengan orang lain. Tentunya hal ini sangat berdampak terhadap toko-toko ritel kecil yang berbasis di mal. 

Tren belanja daring memang telah berkembang selama bertahun-tahun. Namun pandemi membuat perkembangannya menjadi lebih cepat. Penjualan ritel non-toko di AS termasuk e-commerce tumbuh 5,6 persen lebih cepat daripada penjualan toko dari Januari 2011 hingga Maret 2020. 

Sementara itu, pengecer tradisional memilih mundur dalam menghadapi persaingan dengan toko-toko besar yang masih diizinkan untuk buka. Sebanyak 11.157 toko ritel kecil AS telah tutup tahun ini, jauh melampaui angka penutupan tertinggi sebelumnya yaitu 8.706 pada 2017. 

Sebagian toko lebih memilih mengurangi jumlah ruang atau lantai untuk penjualan secara fisik. Toko-toko yang masih bertahan tersebut kini lebih fokus melakukan penjualan secara daring. 

Tidak hanya di AS, tren tersebut juga terjadi di China. Di negeri tirai bambu itu penjualan melalui e-commerce telah mengalami peningkatan yang sangat besar. Konsumen yang berbelanja daring juga melakukan transaksi pembayaran secara daring melalui internet maupun ponselnya. 

Pedagang online di China membukukan keuntungan penjualan dua digit selama pandemi. Sedangkan toko yang masih mempertahankan cara tradisional harus berjuang untuk menarik kembali pembeli, bahkan dengan diskon hingga 70 persen. E-commerce menyumbang 24,2 persen dari pengeluaran ritel China pada Oktober, lebih tinggi dibanding AS yang hanya 14,3 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement