Kamis 17 Dec 2020 08:36 WIB

Penerapan SNI Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM

Tantangan penerapan SNI di antaranya belum konsistennya kualitas produk.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Kemampuan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi benchmark bagi yang lain agar lebih mudah menembus pasar ekspor. Sekaligus berjejaring dalam rantai nilai global atau global value chain.
Foto: Kemenkop UKM
Kemampuan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi benchmark bagi yang lain agar lebih mudah menembus pasar ekspor. Sekaligus berjejaring dalam rantai nilai global atau global value chain.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemampuan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi benchmark bagi yang lain agar lebih mudah menembus pasar ekspor. Sekaligus berjejaring dalam rantai nilai global atau global value chain

Hal itu ditekankan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki pada Talkshow daring bertema 'Sukses Bisnis UMKM Melalui Penerapan SNI' yang digelar pada Rabu (16/12). Ia mengapresiasi kegiatan itu sebagai sarana berdialog dan menambah literasi serta inspirasi bagi UMKM.

Baca Juga

“Urgensi dari SNI itu adalah untuk peningkatan daya saing UMKM di tingkat nasional dan global," ujar Menkop.

Menurutnya, momentum tersebut merupakan bentuk keberpihakan pemerintah dalam meningkatkan daya saing UMKM di tingkat nasional dan global. "Apalagi 99 persen usaha di Indonesia didominasi UMKM. UMKM berkontribusi sebesar 60 persen terhadap PDB dan 14 persen terhadap total ekspor Indonesia," kata Teten.

Meski begitu, dirinya mengakui masih terdapat beberapa tantangan dalam penerapan SNI, khususnya bagi UMK. Di antaranya, kualitas produk yang belum konsisten, pembiayaan terkait dengan biaya pendaftaran, uji laboratorium, biaya tarif pengujian, dan persyaratan sertifikat oleh negara lain.

Tantangan itulah, kata dia, yang coba diatasi melalui Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2010. "Undang-undang Cipta Kerja merupakan terobosan hukum yang memudahkan dan melindungi koperasi dan UMKM di Indonesia. Peluang ini harus kita manfaatkan," tegasnya. 

Menurut Teten, tujuan UU Cipta Kerja yakni menjawab masalah utama koperasi dan UMKM. Salah satunya, memudahkan pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) membuka lapangan kerja baru.

Pendaftaran usaha juga dipermudah dengan perizinan tunggal dan perpanjangan bagi Usaha Mikro dan Kecil tidak dikenakan biaya dan menjadi lebih sederhana melalui OSS (online single submission). "Perizinan tunggal yang dimaksud meliputi perizinan berusaha, standar nasional Indonesia (SNI), dan sertifikasi jaminan produk halal," tuturnya. 

Kementerian Koperasi dan UKM telah memberikan fasilitasi sertifikasi SNI dan sertifikasi lainnya terhadap 12.985 KUMKM yang meliputi Hak Merek dan Cipta Halal, Standar ISO, SNI dan sertifikasi. Hal itu sebagai persiapan rantai pasok global (BRC Global Standards, FSSC, HACCP, ISO 22000, USDA Organic, dan EU organic). 

Pada 2020 ini, kementerian juga sudah memberikan fasilitas pendampingan penerapan SNI kepada lima pelaku koperasi dan UKM yaitu CV Putra Rhodas Mandiri di Kabupaten Sukabumi (Cangkul), Koperasi Industri Kerajinan Rakyat, Industri Pande Besi dan Las (Kopinkra 18) di Kabupaten Klaten (Cangkul), Koperasi Produsen Angudi Logam Abadi di Kabupaten Tulungagung (Cangkul), UKM Gunung Kokosan NF Kabupaten Tasikmalaya (Air Minum Dalam Kemasan/AMDK), serta UKM Ananda di Kabupaten Pekalongan (Air Minum Dalam Kemasan/AMDK). Menkop berharap dapat bersinergi dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN) pada 2021, guna mewujudkan strategi pengembangan UMKM berbasis kawasan dan penerapan factory sharing atau rumah produksi bersama dengan teknologi modern bagi penerapan SNI.

"Maka, langkah kolaboratif ini merupakan kunci sukses dalam memajukan UMKM. Jadi saya berharap kolaborasi antar K/L akan terus berlanjut untuk kemajuan UMKM," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement