Senin 14 Dec 2020 05:45 WIB

Menjadikan Sekolah Asyik Saat Pandemi Covid-19

Jadikan sekolah sebagai tempat belajar menyenangkan.

Guru memeriksa suhu tubuh siswa sebelum memasuki kelas saat simulasi pembelajaran tatap muka di SD Widiatmika, Jimbaran, Badung, Bali, Selasa (8/12/2020). Simulasi tersebut dilakukan untuk menyiapkan berbagai protokol kesehatan pencegahan COVID-19 di lingkungan sekolah menjelang pelaksanaan pembelajaran tatap muka yang rencananya akan dimulai pada awal bulan Januari 2021.
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Guru memeriksa suhu tubuh siswa sebelum memasuki kelas saat simulasi pembelajaran tatap muka di SD Widiatmika, Jimbaran, Badung, Bali, Selasa (8/12/2020). Simulasi tersebut dilakukan untuk menyiapkan berbagai protokol kesehatan pencegahan COVID-19 di lingkungan sekolah menjelang pelaksanaan pembelajaran tatap muka yang rencananya akan dimulai pada awal bulan Januari 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, -- Oleh Faozan Amar, Dosen FEB UHAMKA dan Direktur Eksekutif Al Wasath Institute

Sembilan bulan wabah Pandemi Covid-19 telah melanda negara kita dan juga belahan dunia lainnya. Berbagai dampak yang timbul akibat wabah tersebut telah dirasakan oleh masyarakat, mulai dari dampak ekonomi, kesehatan, politik, keamanan, sampai kepada pendidikan. Pemerintah telah bekerja keras untuk menanggulangi wabah virus korona ini, mulai dari upaya preventif sampai kuratif. Muaranya adalah melindungi segenap warga negara dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Dalam bidang Pendidikan, telah ditandatangaani Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19. 

SKB tersebut membuka peluang pembelajaran tatap muka di sekolah bisa dilaksanakan pada Januari tahun 2021. Tentu saja, dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Sehingga, pembukaan sekolah tidak menjadi klaster baru penyebaran wabah Covid-19. Hal ini sesuai dengan prinsip dan kebijakan pendidikan di masa pandemi Covid-19, yakni kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga dan masyarakat merupakan prioritas utama dalam penetapan kebijakan pembelajaran. Begitu juga dengan tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial juga menjadi pertimbangan dalam pemenuhan layanan pendidikan selama masa pandemi Covid-19. 

Menurut data United Nations Children Fund (UNICEF) berdasarkan survei terhadap 4016 siswa di Indonesia pada awal Juni 2020 mengungkapkan bahwa aktivitas belajar di rumah (BDR) terkendala dua masalah utama; Pertama, yaitu sebanyak 35 persen responden mengeluh mengenai akses internet. Jangankan untuk memenuhi kebutuhan bersekolah berupa akses internet, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja masih kurang cukup. Dan pemerintah telah memberikan solusi berupa subsidi kuota internet kepada para guru dan siswa, namun akses internet bagi dari daerah terpencil, terluar dan terjauh masih terus dipenuhi. 

Kedua, 38 persen responden mengeluhkan kurangnya bimbingan guru. Bimbingan dari guru yang dikeluhkan ini timbul karena banyak siswa merasa tugas-tugas yang diberikan terlalu banyak sehingga terjadinya ketidakseimbangan antara tugas dan penjelasan materi. Pemerintah telah membuat kebijakan kurikulum darurat yang memberikan fleksibilitas kepada guru dalam mengajar dan siswa dalam belajar dengan tanpa mengurangi subtansi materi yang diberikan.

Pada pembelajaran jarak jauh atau balajar daring, dalam memahami pelajaran peserta didik memiliki cara yang bermacam-macam. Ada yang bisa memahami hanya dengan menonton video saja tanpa harus bertatap muka, tetapi ada juga siswa yang haru bertatap muka langsung, dan cara pemahaman lainnya. Dalam masalah ini orang tua juga memiliki peran dalam membantu anaknya, akan tetapi tidak semua orang tua mampu memenuhi kriteria tersebut. Apalagi akhir dari pandemi Covid-19 ini tidak dapat diprediksi kapan berakhir, sekalipun vaksinnya telah datang. 

Maka opsi pembukaan sekolah atau pembelajaran tatap muka sebagai bagian dari ikhtiar pemerintah untuk mengatasi dampak buruk dari belajar daring. Karena itu, ada beberapa syarat bagi sekolah-sekolah yang akan melaksanakan pembelajaran tatap muka di tahun 2021, yakni : 1). Ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan, seperti: toilet bersih dan layak; sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau hand sanitizer, 2). Mampu mengakses fasilitan layanan kesehatan; 3). Kesiapan menerapkan wajib masker; 4). Memiliki thermogun untuk mengatur suhu tubuh; 

Di samping itu, syarat ke 5). Memiliki pemetaan warga satuan pendidikan yang memiliki comorbid tidak terkontrol; Tidak memiliki akses transportasi yang aman; memiliki riwayat perjalanan dari daerah dengan tingkat risiko Covid-19 yang tinggi atau riwayat kontak dengan orang terkonfirmasi positif Covid-19 dan belum menyelesaikan isolasi mandiri. 6). Mendapat persetujuan komite sekolah/perwakilan orangtua atau wali. 

“Jadi bagi daerah dan sekolah yang akan melakukan pembelajaran tatap muka, diharapkan dari sekarang harus segera meningkatkan kesiapannya untuk melaksanakan ini dari sekarang sampai akhir tahun,” jelas Mendikbud Nadiem Makarim pada Jumat (20/11/2020) lewat akun YouTube Kemendikbud RI. 

Nah, apakah sekolah telah memenuhi persyaratan agar dapat membuka pembelajaran tatap muka sehingga menjadi sekolah yang asyik saat pandemik? Kepala sekolah sebagai panglima tertinggi di sekolah, yang paling tahu kondisinya. Karena itu, dimulainya belajar di sekolah sepenuhnya menjadi wewenang dan tanggung jawab kepala sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah memberikan regulasi berupa payung hukum dalam bentuk SKB 4 Menteri yang bisa menjadi landasannya.  

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement