Ahad 13 Dec 2020 01:31 WIB

HRS Ditahan dengan Rompi Oranye dan Tangan Diikat

HRS keluar dari pintu belakang Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

Rep: Ali Mansur/ Red: Gilang Akbar Prambadi
HRS saat ditahan oleh Polda Metro Jaya, Ahad (13/12) dini hari WIB.
Foto: Dok. Ss
HRS saat ditahan oleh Polda Metro Jaya, Ahad (13/12) dini hari WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab (HRS) resmi ditahan di Polda Metro Jaya pada Ahad (13/12) dini hari. Penahanan itu dilakukan setelah HRS menjalani pemeriksaan sejak pukul 11.00 WIB oleh tim penyidik Polda Metro Jaya. Pemeriksaan terkait dengan kasus kerumunan massa pada saat akad nikah putrinya di Petamburan, Jakarta Pusat. 

Sekitar pukul 00.23 WIB, Ahad (13/12), HRS keluar dari pintu belakang Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya dengan tangan terikat. Mengenakan setelan gamis dan rompi oranye HRS digelendang ke mobil tahanan. Saat dibawa ke mobil tahanan, HRS sempat mengangkat kedua tangannya yang terikat.

Sebelumnya, penyidik Polda Metro Jaya telah menetapkan HRS dan lima tersangka lainnya. Namun dalam kasus kerumunan massa itu HRS dijerat dengan dua pasal sekaligus, berbeda dengan lima tersangka lainnya yang hanya diancam pasal Kekerantinaan. Dalam kasus ini, HRS tidak memenuhi panggilan pemeriksaan sebanyak dua kali sebagai saksi.

Dalam kasus ini, selaku penyelenggara hajatan, HRS dikenakan Pasal 160 dan 216 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Namun untuk lima tersangka lainnya hanya dikenakan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan saja. Selain HRS kelima tersangka lainnya adalah Haris Ubaidilah (HU), Ali Alwi Alatas (AA), Maman Suryadi (MS) Ahmad Sabri Lubis (AS), dan Idrus (I).

Ada pun bunyi Pasal dari 160 KUHP adalah “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".

Sementara pada Pasal 216 ayat (1) KUHP menyebutkan,"Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement