Sabtu 12 Dec 2020 10:24 WIB

Generasi Milenial dalam Pusaran Pilkada

Generasi milenial menginginkan adanya kebebasan dalam memilih calon kepala daerah.

Petugas KPPS berpakaian baju hazmat dan alat pelindung diri (APD) menyemprotkan cairan disinfektan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 13, Cipayung, Depok, Jawa Barat, Rabu (9/12/2020). TPS di Kota Depok menerapkan protokol kesehatan pada Pilkada Serentak 2020 di masa Pandemi COVID-19.
Foto: ASPRILLA DWI ADHA/ANTARA
Petugas KPPS berpakaian baju hazmat dan alat pelindung diri (APD) menyemprotkan cairan disinfektan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 13, Cipayung, Depok, Jawa Barat, Rabu (9/12/2020). TPS di Kota Depok menerapkan protokol kesehatan pada Pilkada Serentak 2020 di masa Pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Jumari Kiswah, M.Sos ; Peneliti Center for Indonesian Reform (CIR)

Pemilihan kepala daerah (pilkada) telah dilaksanakan serentak pada 9 Desember 2020. Meskipun ada pro-kontra terkait pandemi Covid-19, tapi agenda politik itu tetap digelar. Menurut data KPU, ada 270 daerah yang akan melaksanakan pilkada, dengan perincian 9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten.

Diikuti 715 pasangan calon, dengan rincian 24 pasang calon gubernur dan wakil gubernur, 691 pasangan adalah calon bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota. Kota Depok adalah salah satu yang melaksanakan pilkada serentak. Ada dua pasang calon, yaitu nomor urut 1 Pradi Supriatna dan Afifah Alia (Pradi-Afifah) dan nomor urut 2 Mohammad Idris dan Imam Budi Hartono (Idris-Imam). Keduanya adalah petahana. Idris saat ini menjabat wali kota dan Pradi wakil wali kota. 

Untuk mengukur bagaimana persepsi warga Kota Depok menjelang pilkada, Center for Indonesian Reform (CIR) bekerja sama dengan Komunitas Sahabat Depok serta Viral Consulting, pada 1-3 Desember 2020 melakukan survei persepsi publik. Tujuan survei, pertama mengetahui kesiapan warga Kota Depok menyambut pilkada. Kedua, mengukur tingkat partisipasi warga Kota Depok dalam pelaksanaan pilkada di masa pandemi Covid-19, dan ketiga mengukur kecenderungan pilihan politik warga Kota Depok beserta alasannya. 

Warga yang menjadi target responden survei terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pilkada Kota Depok tahun 2020. Metode penentuan jumlah responden menggunakan Krejcie-Morgan dengan margin of error 3,097 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Dari 1.000 sampel yang tersedia diperoleh secara acak sebanyak 793 responden melalui two stage systematic proportional to size sampling. Response rate dalam survei ini 92,6 persen. 

Survei CIR memperlihatkan dimensi kelompok umur responden. Lebih dari 80 persen pemilih adalah mereka yang berumur di bawah 50 tahun. Sisanya berumur di atas 55 tahun (20 persen). Dengan perincian, umur 17-24 tahun 15 persen, umur 25-35 tahun 25 persen, umur 36-44 tahun 20 persen, dan 45-54 tahun 22 persen. Hal ini menunjukkan bahwa bonus demografi, bertambahnya jumlah penduduk usia produktif secara signifikan telah terjadi. Meningkatnya penduduk usia produktif pada era ini didominasi generasi Y atau biasa disebut generasi milenial. 

Sebutan generasi milenial saat ini makin akrab di telinga kita. Kalau kita telisik lebih jauh, istilah milenial pertama kali dicetuskan oleh William Strauss dan Neil dalam bukunya Millennials Rising: The Next Great Generation (2000). Mereka menciptakan istilah itu tahun 1987, yaitu saat anak-anak yang lahir pada 1982 masuk prasekolah. Jika didasarkan pada Generation Theory yang dicetuskan Karl Mannheim pada 1923, generasi milenial adalah generasi yang lahir pada rasio tahun 1980 hingga 2000 (BPS, 2018). 

Beberapa karakteristik generasi milenial di antaranya menginginkan kebebasan dalam bertindak mulai dari memilih sampai dengan kebebasan untuk berekspresi, sangat senang melakukan kustomisasi dan personalisasi. Hadirnya generasi milenial ini jelas akan memberikan warna baru bagi perpolitikan kita ke depan. Seperti tercermin dalam survei CIR. 

Dalam survei tersebut ketika responden ditanya: siapakah paslon yang akan Anda pilih dalam pilkada nanti? Yang menjawab rahasia 19 persen, sedangkan yang belum menentukan 25 persen. Kalau kita jumlahkan ada kurang lebih 34 persen responden yang belum diketahui pilihan dalam pilkada Kota Depok. Menurut penulis, generasi milenial menginginkan adanya kebebasan dalam memilih calon kepala daerah. Dengan mayoritas pemilih adalah generasi milenial, sudah sewajarnya kalau para calon lebih fokus melakukan pendekatan yang familiar, sesuai dengan ciri dan karakteristik generasi milenial.

Bila ditelusuri lebih jauh, responden yang belum menentukan pilihan (25,22 persen) terdiri dari kelompok umur: 17-24 tahun (5,80 persen), 25-35 tahun (5,80 persen), 36-44 tahun (4,41 persen), 45-54 tahun (4,92 persen), 55-64 tahun (2,27 persen), di atas 65 tahun (2,02 persen). Generasi milenial (17-35 tahun) cukup banyak yang belum menentukan pilihan (11,60 persen) dan baru menetapkan pilihan di hari-hari terakhir. Mereka mungkin juga tidak memilih bila kekecewaan politik terlalu dalam terhadap kondisi yang mapan. Sebagian di antara milenial mungkin juga apolitis, tidak peduli dengan urusan politik, dan lebih fokus dengan urusan hobi atau karier pekerjaannya.

Sebagian besar pemilih tertarik dengan program kerja (janji kampanye) yang dilontarkan paslon. Pilihan warga Depok, termasuk kaum milenial, merupakan kesempatan untuk membangun Kota Depok dengan perspektif baru.

Kota pendidikan dengan potensi ekonomi kreatif semacam Silicon Valley atau Bangalore City, tentu saja berkolaborasi dengan perguruan tinggi (Universitas Indonesia dan Universitas Gunadarma serta kampus lainnya). Pembinaan sumber daya manusia merupakan kunci utama dan peningkatan keterampilan serta kepribadian kaum muda-milenial menjadi tantangan tersendiri. 

Kaum muda-milenial Depok saatnya berperan dengan potensi dan kompetensi masing-masing. Tidak lupa berkolaborasi mewujudkan mimpi bersama.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement